Tersesat di Borobudur - 1

 Aku Jibran, pekerja swasta yang tinggal di Jakarta.

Kali ini aku akan menceritakan pengalaman aneh yang aku alami ketika sedang berwisata dengan teman satu kampusku sewaktu kuliah dulu.

Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2005, waktu itu aku masih menjadi mahasiswa tingkat dua di salah satu universitas di Palembang. 

Waktu itu kampusku mnegadakan acara wisata ke Jawa Tengah, tentu saja Candi Borobudur menjadi salah satu destinasinya. 

Saat itu aku belum pernah sama sekali mengunjungi Candi Borobudur, tentu saja aku menjadi sangat gembira karena akhirnya aku berkesempatan untuk mengunjungi candi yang sempat menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia itu.

Singkat cerita akhirnya kami berangkat menuju ke Jawa Tengah, dengan menggunakan bis. 

Candi Borobudur kebetulan menjadi tujuan pertama untuk dikunjungi. 

Aku lupa waktu itu hari apa, yang pasti sudah bukan akhi pekan. Sekitar jam tiga sore akhirnya kami sampai ke tujuan kami. 

Senangnya hati ini, keinginanku yang sejak dulu ada akhirnya tercapai juga, sampai juga di Borobudur. 

Candi megah yang berdiri menjulang, sudah terlihat puncaknya dari tempat parkir dimana kami masih berada. Sama denganku, wajah-wajah ceria teman-teman menjelaskan betapa semangat dan gembiranya mereka ketika akhirnya sampai juga di Borobudur. 

Padahal masih di lapangan parkir, tetapi sudah banyak terlihat pedagang-pedagang souvenir menjajakan barang yang beragam bentuknya. Baru melihat itu, kami semua sudah merasakan suasana yang menyenangkan.

Sambil menunggu panitia memberikan tiket, kami duduk di area parkir. Bersenda gurau, berbagai macam tingkah polah untuk mengisi kekosongan kami lakukan, segala lelah yang dirasakan ketika masih ada di kendaraan sebelumnya mendadak hilang berganti dengan keceriaan. 

Aku, hanya sesekali ikut dalam perbincangan seru, lebih banyak menikmati pemandangan dan suasana sekitar. 

Langit cerah terang nyaris tanpa awan. Matahari masih bersinar walau sudah tidak terlalu bersemangat lagi sinarnya. Semilir angin berhembus membelai tubuh serta wajah, memanjakan pikiran, menghempaskan letih dan lelah, tidak habis semyumku merasakan semuanya. 

Entah dari mana sumbernya, sayup-sayup terdengar juga suara gamelan Jawa melantunkan irama khasnya, lagi-lagi aku tersenyum sendiri mendengarnya.  

Kalau di perhatikan, pengunjung Candi Borobudur hari ini tidak terlalu ramai, mungkin karena buka akhir pekan atau juga libur panjang. Hanya ada beberapa rombongan wisatawan lokal yang saling bergerombol, terselip juga wisatawan mancanegara di beberapa sudut. 

Tapi walaupun begitu, tidak bisa dibilang sepi, suasana Candi Borobudur sebagai tempat wisata masih sangat terasa. 

Ditengah asyiknya menikmati semua, perhatianku sedikit teralihkan kepada beberapa orang yang terlihat di kejauhan. Beberapa orang ini awalnya muncul satu per satu, tidak bersamaan. Tapi lama kelamaan jadi beberapa, cukup banyak jumlahnya. Nyaris semuanya adalah laki-laki. 

Kenapa aku tertarik memperhatikan mereka? Dari cara berpakaiannya, mereka semua menggunakan pakaian khas Jawa. Ada yang menggunakan sujan dengan blangkon di kepala, ada yang menggunakan baju khas yang biasanya hanya aku lihat di pengantin Jawa.

Tapi orang-orang yang menggunakan baju Jawa hanya sedikit, hanya beberapa saja. Dari semuanya, yang paling banyak adalah orang yang hanya mengenakan celana pendek sebatas lutut sambil bertelanjang dada, dan melangkah tanpa alas kaki. 

Mereka semuanya datang dari arah yang sama, dan sepertinya menuju ke tujuan yang sama, berjalan kearah dimana Candi Borobudur berada.

Seperti karnaval? Iya, lebih tepatnya seperti itu, dan aku juga melihatnya seperti itu. Aku terus memperhatikan rombongan itu, dari saat mereka muncul hingga akhirnya mereka menghilang terhalang jarak pandang. Aku bertambah yakin kalau tujuan mereka memang Candi Borobudur. 

Yang menurutku aneh adalah, aku melihat kalau para wisatawan lain dan orang-orang yang ada disekitarnya seperti tidak menyadari akan kehadiran mereka, acuh, biasa. Padahal sangat jelas kalau mereka sangat menarik perhatian, semuanya seperti tidak pedulu, seperti tidak melihat kehadiran mereka. 

"Jibran, ngelamun aja. Ayo kita masuk.."

Suara ajakan Melvin membuyarkan lamunanku. Benar yang Melvin bilang, kami sudah bisa masuk karena tiket sudah tersedia. Aku bangun dari duduk, kemudian berjalan bersama teman-teman yang lain masuk ke lokasi candi. 

Sambil berjalan, aku masih sedikit dapat melihat rombongan tadi. Dari kejauhan aku masih bisa melihat orang-orang yang berada di rombongan belakang, terus berjalan menuju kearah candi. Apa yang akan orang-orang itu lakukan?

Setelah melewati pemerikaan tiket dipintu masuk, kami lalu berjalan menyusuri jalan yang ternyata berbeda situasinya dari tempat parkir diluar tadi. Kali ini lebih ramai, lebih banyak wisatawan. 

Sambil berjalan, aku sudah bisa melihat Borobudur yang berdiri megah. Puncak stupa yang terlihat dari kejauhan menjadi pemandangan yang sangat indah. Sunggu merupakan suatu peninggalan keajaiban sejarah yang menakjubkan. 

Sedikit menyinggung sejarah, Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun pada abad ke-9 yang mana saat itu wilayah Magelang dikuasai oleh Dinasti Syailendra yang dipimpin oleh Raja Samaratungga. Raja bertitah untuk membangun sebuah bangunan Candi yang kala itu di pimpin oleh seorang arsitek bernama Gunadharma. 

Tanpa kecanggihan teknologi masa kini, Gunadharma menggambar Candi Borobudur yang luasnya mencapai ratusan meter persegi itu. Dari pembangunan tersebut, Borobudur dapat diselesaikan dalam waktu 50-70 tahun kemudian. Yang mana konon katanya, Gunadharma sendiri tidak sempat melihat hasil akhirnya. Begitulah menurut sejarah yang pernah aku baca. Dan yang paling menakjubkan adalah, katanya pembangunan candi Borobudur ini hanya menggunakan tenaga manusia. Batu sebesar dan sebanyak itu diangkat dan disusun menjadu bangunan tinggi dan besar hanya dengan tenaga menusia. 

Semakin dekat jarak dengan candi, aku menjadi semakin takjub. 

Tapi sebentar, kemana orang-orang yang manerik perhatianku tadi? Mereka tidak terlihat lagi. Padahal tadi mereka menuju tempat yang sama dengan yang aku tuju. Berjalan lewat jalan yang sama dengan yang kulewati, jumlah mereka juga banyak dengan pakaian yang menarik perhatian, jadi rasanya mustahil kalau didalam lokasi candi ini mereka menghilang. 

Tapi ya sudahlah, hanya sebatas rasa penasaranku saja, selebihnya aku hanya menikmati suasana siang menjelang sore di candi megah ini.

Langit yang biru cerahnya semakin pekat. Panas hari berkurang seiring dengan bergulirnya sang surya menuju titik barat. Wajah ceria wisatawan menjadi pemandangan lainnya, banyak yang sambil berfoto untuk mengabadikan momen ini. Yang tadinya berjalan bersama, entah di bangunan tingkat keberapa aku akhirnya terpisah dengan Melvin dan Kiara, lalu berjalan sendiri mengelilingi candi sambil terus memperhatikan setiap detailnya. 

Mulai merasa agak lelah, di sisi timur candi aku beristirahat sejenak. Duduk melemaskan kaki yang mulai terasa pegal. Ditempat aku duduk ini pemandangannya sungguh indah. Pandangan yang lepas jauh kedepan tanpa halangan apapun. Langitnya sudah tidak seterang seperti saat kami tiba tadi, tapi masih sangat cukup untuk menyinari dataran luas di sekeliling candi. 

Pandanganku terhenti di salah satu titik halaman candi, yang letaknya sedikit agak ke selatan. Disana aku melihat pemandangan yang menarik perhatianku.

Ada sekelompok orang yang sepertinya sebagai pemimpin yang sedang memberi arahan. Orang-orang ini berpakaian Jawa lengkap dengan kain hitam dan blangkon nya. Sedangkan mereka yang ada didepannya, yang jumlahnya jauh lebih banyak, hanya bercelana pendek selutut. Ada sebagian juga yang mengenakan kain yang terlilit di pinggangnya, dan tetap tanpa alas kaki.

Iya mereka semua adalah orang-orang yang aku lihat diluar tadi, yang berbondong-bondong masuk ke lokasi candi, aku sangat yakin. 

"Pada ngapain mereka di sana ya?", aku bertanya sendiri dalam hati. 

Cukup lama aku memperhatikan, cukup lama aku berdiam di tempatku sendirian,  memperhatikan mereka. Cukup lama juga hingga akhirnya aku menyadari ada yang aneh di sekitarku. 

Apa yang aneh?

Ternyata aku tidak melihat ada satu orang pun di sekitarku, kosong. Ada yang aneh lagi, ternyata langit pun sudah merubah warnanya. Berangsur memerah dan semakin memerah, pelan menuju hitam, gelap. Seperti senja yang datang tiba-tiba, padahal aku liat waktu di jam tanganku, baru jam setengah lima sore. 

Ah mungkin mau turun hujan, begitu pikirku dalam hati.

Berdiri dari duduk, aku lalu melangkah menuju bagian candi sisi yang lain, mencoba mencari orang selain aku. 

Tidak ada! Aku tidak melihat siapapun, tidak ada siapa-siapa. Keatas, kebawah, tetap tidak ada orang sama sekali. Aku mulai merasakan semakin adanya keanehan, mulai merasakan ketakutan ketika sejauh mata memandang dari tempatku berdiri, mungkin di bangunan tingkat lima Borobudur. Tapi aku juga tidak melihat siapapun, kosong!

Mulai panik, aku berjalan agak cepat mengelilingi candi di tingkat lima itu, mencoba masih mencari manusia lain. Sementara langit semakin gelap, layaknya waktu mendekati malam. Tidak ada. Tidak ada orang diatas candi, dihalaman, di kejauhan, aku tidak melihat ada orang sama sekali. 


BERSAMBUNG





 

Komentar

Postingan Populer