Rumah Di Perkebunan - Part 10
Kami tidak ingin membuang-buang waktu untuk berpikir. Kami tetap melanjutkan langkah, berjalan kedepan.
"Kali ini coba perhatikan jalan lebih seksama lagi Yu.."
"Iya pak", jawab Wahyu pelan.
Sekilas om beranikan diri untuk menoleh kebelakang, ternyata sudah tidak terlihat lagi sosok yang mengikuti kami sedari tadi. Sosok tak berkepala. Hanya gelap gulita yang terlihat.
Perlahan bulan mulai terlihat muncul dari balik awan. Memancarkan sinarnya menerangi malam panjang yang tengah kami coba untuk lewati. Tubuh sudah mulai lelah, membuat langkah kaki kami terasa semakin berat dan lambat.
Om sadar kalau masih ada yang tidak beres di perjalanan kami ini. Perjalanan yang berulang lagi dari titik yang sama dan jalur yang selalu sama. Daerah yang kami lewatipun juga daerang yang sama.
Sementara itu suasana semakin mencekam, sama sekali tidak ada percakapan diantara kami berdua.
Peluh semakin deras bercucuran, namun pikiran tetap berharap semoga kami dapat melalui hutan rimba ini dengan selamat.
Tiba-tiba mulai terdengar lagi langkah yang terseret-seret di belakang kami. Suara langkah yang bisa dipastikan kalau itu bersumber dari makhluk yang tadi mengikuti kami.
"Jangan lihat kebelakang pak, jalan terus saja.". Suara Wahyu bergetar memberi peringatan, om hanya bisa mengangguk mengiyakan.
Sosok itu kembali mengikuti kami. Suaranya semakin dekat, semakin terdengar jelas kalau sumbernya berada hanya beberapa meter dibelakang.
Tiba-tiba, selain suara langkah kaki, terdengar juga suara nafas dengan berat. Lenguhannya terdengar hanya beberapa jengkal di belakang kami.
***
Om berjalan lebih cepat, sedikit mendorong tubuh Wahyu agar lebih capat lagi melangkah.
"Cepat Yu..", Wahyu mengerti, dan mulai mempercepat langkahnya.
Beberapa saat kemudian suara langkah dan nafas itu menghilang. Suasana kembali hening seperti semula.
Tiga puluh menit kemudian, Wahyu kembali berhenti melangkah.. Ada apa?
Ternyata kami kembali ketempat yang sama. Ke gubuk tempat kami berteduh tadi.
Kami kembali ke titik yang sama.
"Bismillah Yu, kita harus coba lagi. Klau kali ini tidak berhasil juga, kita kembali ke kampung Usman".
"Iya Pak", Wahyu mengangguk pelan.
Sekali lagi kami menyusuri jalan setapak yang sama, jalur yang sama.
Sudah sangat lelah. kekhawatiran kami semakin bertambah ketika melihat api obor yang ada di tangan Wahyu mulai meredup. Sepertinya minyak tanahnya sudah mulai habis.
Benar saja, akhirnya obor padam. Suasana mendadak menjadi sangat gelap dan mencekam. Kami hanya tinggal mengandalkan lampu senter yang ada di tangan Om untuk penerangan.
"Biar saya yang memegang senternya Pak", Om menyerahkan senter itu kepada Wahyu. Karena memang dia yang selalu ada didepan.
Masih tidak ada perbincangan, kami terus berjalan melangkahkan kaki dengan sisa-sisa tenaga yang kami miliki.
Sudah kali ketiga kami melewati tempat yang sama, jalan setapak yang sama, bagian hutan yang sama. Namun kami belum menyerah, akan terus berjalan sampai kami benar-benar sampai ditujuan kami.
***
Entah pada bagian hutan yang mana, tiba-tiba kami melihat sesuatu didepan, di kejauhan.
Kami melihat cahaya kecil yang bergerak-gerak. Cahaya apa itu?
Dari jauh kami melihat kalau sumber cahaya itu bersumber dari nyala obor, obor yang sepertinya sedang di bawa oleh seseorang.
Orang yang membawa obor itu berjalan kearah yang sama dengan arah yang kami tuju, berjalan di atas jalan setapak yang sama dengan jalan yang kami lalui.
"Ada orang didepan Pak, ayo kita kejar", aku mengangguk setuju. Berharap orang itu nantinya akan dapat membantu menunjukkan jalan kami menuju pulang.
Tapi semakin cepat kami melangkah untuk mendekatinya, orang itu seperti terus saja menjaga jarak, menjauh.
Pada suatu waktu, ketika jarak kami semakin dekat, Wahyu mencoba memanggil orang itu.
"Pak..!"
Setengah berteriak Wahyu memanggil, suaranya memecah keheningan malam itu.
Bukannya di gubris atau memperlambat langkahnya, orang itu masih saja terus berjalan bersama dengan obor nya.
Kembali semakn jauh jarak kami dengan orang itu. Hingga pada akhirnya kami hanya bisa melihat cahaya obor yang terus menyala di kegelapan hutan. Api obor yang bergerak-gerak tertiup angin.
Tapi, beberapa saat kemudian cahaya obor itu terlihat berhenti.
***
Melihat hal itu, kami jadi mempercepat langkah lagi supaya dapat sampai ke tempat orang itu berhenti.
Ketika jarak kami sudah tidak terlalu jauh lagi, kami melihat orang itu kembali berjalan. Kali ini langkahnya berbelok ke kanan, keluar dari jalan setapak. Kami berhenti sejenak untuk mengetahui akan kemana sebenarnya orang itu.
Didalam gelap, kami melihat kalau ternyata dia masuk ke satu wilayah yang didepannya berdiri gapura kecil yang tidak terlalu tinggi. Wahyu menyorot sinar lampu senter kearah gapura itu.
Orang itu melewati gapura itu dan masuk kedalamnya.
Tidak terlalu banyak pohon disana, hanya ada beberapa pohon rindang dan besar berdiri di beberapa sudutnya. Lebih banyak terlihat tanah lapang yang kosong.
Kami kembali berjalan secara perlahan. Melangkahkan kaki dengan sangat hati-hati.
Orang itu mau kemana?
Tempat apa yang dimasukinya?
Setelah kami tiba persis didepan gapura nya, ada papan panjang tergantung diatasnya. Di papan itu terdapat yang saat itu kami belum tahu tulisan apa yang tertulis disana.
Perlahan Wahyu mengarahkan senternya. Mencoba membaca tulisan yang tergores lusuh dan kusam.
Kemudian.. kami langsung mundur beberapa langkah, ketika pada akhirnya kami dapat membaca tulisan yang terpampang diatas gapura.
Papan itu bertuliskan, "Pemakaman Umum Desa Jati Mulya".
***
Wahyu mengarahkan senternya ke areal pemakaman. terlihat gundukan-gundukan tanah yang terdapat batu nisan di atasnya, selayaknya kuburan.
Suasananya sangat gelap dan mencekam, kabut tipis terlihat sedikit menutupi sebagian wilayah pekuburan itu.
kami berdiri dalam diam. Hanya rasa takut yang bisa kami rasakan.
Cahaya lampu senter Wahyu terus menjelajahi kesetiap sudut pemakaman, yang pada akhirnya berhenti di satu kuburan yang diatas gundukan tanahnya masih terdapat bunga-bunga tabur segar.
Dalam diam, kami mengarahkan pandangan ke sinar obor yang sejak tadi kami ikuti. Kali ini yang terlihat hanya tinggal nyala api obor, didalam gelapnya areal pekuburan.
Obor itu seperti melayang berjalan sendiri, tidak ada orang yang memegangnya. Berjalan terus memasuki wilayah pemakaman.
Kami masih diam memperhatikan, sangat berat kaki untuk melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Kemudian obor itu berhenti bergerak, diam di depan salah satu makam.
Cukup lama obor itu diam, hanya apinya saja yang bergoyang tertiup angin.
Sampai akhirnya obor itu mulai kembali bergerak perlahan. Berjalan pelan kedepan, kearah kuburan yang ada didepannya.
Nyala obor semakin lama semakin rendah, seperti cahaya itu hendak masuk kedalam liang kubur.
Benar saja, cahaya obor itu lalu menghilang. Masuk kedalam liang salah satu makam.
Obor itu masuk ke dalam kuburan. Kami bergetar ketakutan, kejadian apa lagi ini?
"Pak, kita lanjut jalan saja", suara Wahyu bergetar pelan, nyaris berbisik.
Tanpa bicara sedikitpun, Om mengangguk pelan.
Berjalan kami meninggalkan pemakaman yang mengerikan itu, berharap semoga kami tidak akan kembali ke tempat yang sama lagi.
***
Kembali kami menyusuri jalan setapak yang membelah hutan, waktu seperti berhenti berputar.
Isi kepala masih berkecamuk membayangkan kejadian-kejadian yang baru saja kami alami. Sangat aneh dan tidak masuk akal, tatapi benar-benar terjadi.
Tubuh yang sudah sangat lelah seketika kembali seperti mendapatkan sedikit tenaga, ketika dari kejauhan terdengar suara aliran sungai.
Kami seperti mendengar suara aliran sungai yang letaknya persis di belakang rumah kami.
"Alhamdulillah, kita sampai juga akhirnya Yu..".
"Iya Pak, ayo lebih cepat lagi pak".
***
Benar saja, suara aliran sungai yang ada didepan kami adalah sungai yang sama yang ada dibelakang rumah kami. Kami berhenti dipinggirnya, berdiri diatas gundukan tanah yang sedikit meninggi.
Kenapa kami berhenti? Karena kami melihat debit air yang mengaliri sungai itu terlihat lebih banyak dibanding ketika kami melaluinya saat berangkat tadi.
Air sungai terlihat lebih tinggi dan dalam. Kami ambil kesimpulan kalau hal itu terjadi karena sebelumnya hujan turun sangat lebat didaerah itu.
"Kita harus menyeberang Pak. Saya sudah capek, kita harus sampai kerumah".
Wahyu benar, jarak kami kerumah hanya tinggal beberapa puluh meter lagi.
Mau tidak mau Om harus setuju dengan perkataan Wahyu, kami harus menyeberangi sungai itu secepat mungkin.
"Ayo kita nyebrang Yu"
Perlahan kami langkahkan kaki masuk kedalam sungai, sungai yang sewaktu berangkat tadi tidak terlalu dalam airnya tetapi kini sangat berbeda keadaannya.
Semakin jauh melangkah, semakin tinggi air sungai yang membasahi tubuh kami.
Kami menggigil kedinginan, ketika ternyata air sudah membasahi setinggi perut. Langkah kami semakinlambat berhati-hati saat merasakan ternyata aliran air sungai ini juga cukup deras.
Syukurlah walau perlahan akhirnya kami sampai juga di seberang.
Lalu kami mencoba untuk menerobos masuk ke dalam pepohonan bambu.
Tidak berapa lama kemudian, kami sampai di rumah.
***
Didalam rumah, kami langsung jatuh terlelap kelelahan, tidak sempat memikirkan apa-apa lagi.
Malam itu adalah salah satu malam yang paling horor yang kami alami di tempat itu. Salah satu malam terpanjang yang pernah kami lalui.
***
BERSAMBUNG
Komentar
Posting Komentar