Rumah Di Perkebunan - Part 8
Diatas motor, cukup lama kami saling terdiam tidak berbincang sama sekali. Amri memacu kendaraannya dengan kencang, sepertinya ia ingin sekali secepatnya sampai ke kota. Sementara aku, hanya diam sambil sesekali melirik kearah belakang.
Keadaan perkebunan karet yang sangat gelap membuat penglihatan kami hanya bergantung pada cahaya lampu motor. Lampu motor yang hanya mampu menerangi sebagian kecil sudut pandang, selebihnya hanya hitam pekat yang bisa kami lihat.
***
Aku masih terbayang dengan kejadian aneh yang baru saja kami alami di rumah tadi. Dan makin terasa aneh lagi ketika sayup-sayup aku mendengar suara yang sama persih dengan suara yang tadi kami dengar saat kami ada dirumah.
"Crek.. crekk.. creekkk..", suara itu terdengar dari belakang. Awalnya aku berpikir kalau itu mungkin hanya perasaanku saja, mungkin hanya halusinasiku saja.
***
Ketika kecepatan motor mulai melambat karena kami sedang melalui jalanan yang sedikit menanjak dan kondisinya cukup buruk, aku memberanikan diri untuk sedikit menoleh kearah belakang. Aku terhenyak kaget, jantungku rasanya seperti berhenti berdetak. Aku melihat ada sesosok pocong yang melayang rendah, mengikuti kami dari belakang.
Pocong yang bentuknya sama persis dengan yang kami lihat didalam rumah tadi. Sebegitu ketakutannya sampai-sampai aku tidak sadar kalau tangan ku sudah mencengkeram pinggang Amri dengan kuat.
"Yu, ada apa? Sakit ini pinggangku!", teriak Amri.
"Pocong itu mengikuti kita. Kita harus lebih cepat", aku menjawa Amri dengan suara pelan dan gemetar.
Amri kaget dan ketakutan, kemudian langsung berusaha mempercepat laju motornya.
***
Namun sayang, usaha Amri tidak terlalu berhasil. Motor tua nya tetap melaju pela, tidak sanggup melewati jalan bergelombang dan menanjak itu dengan lebih cepat.
"Crek.. crekk.. creekkk..", sayup-satup kudengar suara itu lagi, kali ini suara itu terdengar lebih dekat. Aku tidak berani menoleh lagi kebelakang, hanya sanggup menundukkan kepala dan kembali mencengkeram tubuh Amri dengan kuat.
"Armi, pocong itu ada dibelakang kita", hampir menangis aku berkata pada Amri.
"Crek.. crekk.. creekkk..", aku berdoa semoga sepeda motor ini dapat melaju terus walau perlahan. Kami harus cepat-cepat meninggalkan perkebunan karet ini.
Beberapa saat kemudian, masih dalam posisi kepala yang menunduk, aku merasakan kalau jalan sudah tidak lagi menanjak, motor sudah terasa lebih cepat berjalan. Tapi aku masih tetap menundukkan kepala dan memejamkan mataku, aku tidak mau lagi melihat keadaan sekitar.
***
Motor melaju semakin cepat. Beberapa menit kemudian akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka mata, mencoba untuk melihat sekitar.
Ternyata kami sudah keluar dari perkebunan karet. Dan sedang melewati hutan yang berada di pinggir perkebunan.
Agak sedikit tenang, karena kalau sudah sampai dihutan itu berarti sebentar lagi kami akan masuk ke perkampungan, dan tiba dikota setelahnya.
Aku melirik melihat kebelakang, pocong itu sudah tidak terlihat lagi. Suaranya juga sudah tidak terdengar lagi.
"Aman Am, jangan terlalu ngebut. Hati-hati..", ucapku pada Amri.
Laju motor mulai melambar, tapi disisa perjalanan kami masih saling diam tanpa perbincangan apapun.
***
"Sudahlah Yu, kamu tinggal disini saja sampai atasan kamu itu datang. Aku tidak tega membiarkanmu sendiri di perkebunan angker itu..", Amri berbicara seperti itu ketika kami sudah sampai di rumah kontrakannya.
Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, tapi kami masih tetap segar tanpa mengantuk sama sekali.
Aku menghisap rokokku dalam-dalam, mempertimbangkan saran Amri.
Tidak bisa dipungkiri, hari-hari pertama tinggal dirumah dan perkebunan itu membuatku sangat trauma, ketakutan. Aku yakin kalau nanti kedepannya teror akan terus berlanjut, teror yang mungkin akan lebih menyeramkan.
Aku berpikir nanti setelah atasanku datang, aku akan berbicara tentang hal ini. Akan kuceritakan semuanya, dan berharap nanti dia bisa mencari solusinya.
"Iya Am, sambil meunggu atasanku datang saja aku tinggal disini bersamamu. Aku tidak berani tinggal disana sendirian".
"Bagus kalau begitu", Amri menimpali dengan wajah yang sangat lega.
"Oh iya, besok malam aku akan berangkat ke Palembang selama beberapa hari. Kamu peganglah kunci rumah ini", lanjut Amri.
Selanjutanya perbincangan kami selesai dan Amri langsung tertidur pulas. Sementara aku masih saja termenung melamunkan kejadian yang baru saja kami alami.
Masih terbayang jelas olehku wajah dan bentuk pocong itu, suaranya, dan juga bau kentang yang mengiringi kedatangannya. Semua masih sangat melekat dikepalaku.
Sampai adzan subuh berkumandang, aku masih juga belum bisa tertidur.
Hasilnya, malam itu aku tidak tidur sama sekali.
***
"Aku tunggu kamu disini saja ya, aku mau istirahat seharian ini. Nanti sore kamu pulang kesini lagi, jangan nekat..", begitu kata Amri ketika aku pamit untuk kembali ke perkebunan untuk melanjutkan pekerjaanku.
Iya, Amri tidak ikut ke perkebunan walaupun sebenarnya hari itu dia masih libur bekerja.
***
Sudah sekitar jam enam pagi. Aku sudah berada di atas motor yang melaju dengan kecepatan sedang menuju ke perkebunan.
Dengan kondisi badan yang terasa sedikit lemar karena tidak tidur semalaman, aku memaksa diri untuk tetap menunaikan kewajibanku, melanjutkan pekerjaan yang masih belum selesai.
Senar matahari yang terlihat dari ufuk timur sedikit bisa manghangatkan tubuhku yang kedinginan diterpa angin selama perjalanan.
Kabut dan embun pagi terlihat masih menyelimuti kawasan hutan ketika aku mulai memasuki wilayahnya.
Suasananya sangat berbeda bila dibandingkan dengan ketika aku dan Amri melalui jalan yang sama pada malam sebelumnya. kali ini keadaan tidak sama sekali tidak menyeramkan, semua yang aku lihat hanya lah keindahan.
Sesekali aku mengusap wajahku untuk meghilangkan kantuk. Mata sudah terasa mulai berat untuk melihat, tapi aku tetap paksakan diri untuk terus berjalan.
Setelah melewati wilayah hutan, akhirnya aku mulai memasuki kawasan perkebunan karet.
Sinar matahari mulai menembus dari sela-sela pepohonan, perlahan mulai mengisri kabut yang sebelumnya mendominasi perjalananku.
***
Pak Rusli dan beberape pekerja suda berkumpul didepan rumah ketika aku akhirnya tiba di rumah itu.
"Kamu menginap dimana Yu?, tanya Pak Rusli.
"Menginap dirumah kawan dikota Pak..", jawabku singkat.
Selanjutanya aku masuk kedalam rumah untuk siap-siap.
Aku merasa msih trauma melihat isi rumah. Kejadian semalam masih sangat membekas dikepalaku.
Untuknya aku sudah membulatkan tekad untuk tidak bermalam sendirian di rumah ini lagi, aku tidak berani.
***
Hari itu pekerjaan kami adalah melanjutkan membersihkan perkebunan. Menurut perkiraanku, dalam beberapa hari proses membersihkan perkebunan karet ini akan selesai dan kami akan masuk ke tahap pekerjaan yang berikutnya sebelum pada akhirnya akan memulai proses penyadapan.
Para pekerja nampak sangat bersemangat dalam menjalankan pekerjaanya. Mereka melakukannya sambil berbincang satu sama lain, terkadang diselingi dengan canda tawa dan senda gurau.
Aku sesekali tersenyum melihatnya. Dengan begitu aku yakin bahwa mereka semua bekerja dengan sepenuh hati.
Sedangkan aku, badan ini terasa sangat lemas dan lesu, yang diakibatkan karena aku tidak tidur semalaman. Tapi meski begitu aku harus tetap bekerja mengawasi para pekerja.
Aku berharap sore segera tiba, dengan begitu aku bisa segera menuju ke rumah Amri untuk beristirahat.
***
Akhir nya jam sudah menunjukkan pukul lima sore, selesai sudah pekerjaan kami pada hari itu. Seperti sebelum-sebelumnya, kami berkumpul terlebih dahulu didepan rumah sebelum membubarkan diri.
Aku dan Pak Rusli memberikan sedikit pengarahan dan berbincang ringan.
Matahari sudah bersandar di barat. Membuat keadaan menjadi beranjak gelap. Aku yang belum tidur selama 24 jam terakhir berusaha mati-matian menahan kantuk, berusaha untuk tidak tertidur di tempat duduk.
"Kamu kelihatan lelah sekali Wahyu, Setelah ini kamu langsung istirahat saja, tidurlah", begitu kata Pak Rusli yang melihatku nampak lesu.
"Iya Pak, setelah ini saya akan langsung beristirahat.", jawabku pelan.
***
Rumah menjadi kosong dan sepi setelah semua pekerja pualng, termasuk Pak Rusli. Sementara aku masih tetap duduk diteras depan rumah sambil menikmati suasana sore. Ditemani secangkir kopi dan beberapa batang rokok. Angin sepoi-sepoi menambah rileks tubuhku yang sudah sangat kelelahan.
Aku merencanakan berangkat ke rumah Amri selepas maghrib nanti, tanggung pikirku.
Sepuluh menit menuju jam enam sore, aku masuk kedalam rumah. Menyalakan lampu teplok dan petromak yang ada didalam kamar. Setelah itu aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu.
Syukurlah, kamar mandi dalam keadaan bersih, normal. Tidak seperti beberapa waktu sebelumnya yagn terlihat kotor.
Jam enam lebih sedikit, waktu maghrib tiba. Akupun segera bersiap untuk melaksanakan sholat.
***
Masih diatas sajadah, aku merasakan kantuk yang teramat sangat ketika sedang terdiam melamun setelah selesai sholat.
Setelah membereskan semua perlengkapan sholat ku, aku berbaring di tempat tidur, berusaha dengan keras untuk jangan sampai ketiduran. Namun pada akhirnya aku kalah..
Aku tertidur
***
BERSAMBUNG
Komentar
Posting Komentar