Rumah Di Perkebunan - Part 7
Sudah Hampir jam tujuh.
kabut tebal masih menutupi nyaris seluruh wilayah perkebunan. Udara sejuk pagi yang menyegarkan menemaniku duduk di teras rumah.
Segelas kopi dan sebungkus rokok membawa lamunanku manerawang jauh, lamunanku mengenai keadaanku saat itu.
Sampai saat itu aku masih merasa sangat bersyukur dengan pekerjaan ini. Pekerjaan yang aku anggap sebagai jawaban dari doa-doa ku dan Ibuku.
Walaupun masih honorer, tapi gaji yang nanti akan aku terima jauh lebih baik daripada penghasilanku bekerja serabutan sebelumnya.
Lamunanku terhenti ketika serombongan orang yang mengendarai sepeda motor berjalan mendekati. Benar tebakanku, mereka adalah Pak Rusli dan para pekerja perkebunan yang kemarin diceritakan Pak Rusli.
***
Dimulailah kegiatan pekerjaan di hari pertama.
Setelah semua orang sudah berkumpul di depan rumah, aku dan Pak Rusli memberikan sedikit pengarahan kepada mereka.
Sebagian besar yang akan kami lakukan dalam beberapa hari kedepan adalah membersihkan seluruh areal perkebunan yang akan menjadi tanggung jawabku.
Sekitar 50 orang pekerja membantuku pada hari itu. Hampir seluruhnya adalah orang-orang yang berasal dari kampung-kampung terdekat. Sebagian besarnya lagi juga pernah bekerja di perekebunan ini sebelumnya. Beberapa tahun lalu sebelum perusahaanku mengambil alih.
Pak Rusli berjanji akan terus mendampingiku sampai nanti pimpinanku yang baru datang.
Sekitar jam delapan pagi itu kami memulai kegiatan kami. Membersihkan permukaan tanah yang sudah ditumbuhi rumput-rumput liar, ilalang, semak belukar, dan sampah-sampah dedaunan kering.
Dalam proses pekerjaan awal itu aku juga mencoba sambil mengenal lingkungan perkebunan dan sekitarnya. Perkebunan ini cukup luas, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah barisan pohon karet yang berjajar rapi.
Aku juga ingin nantinya ketika pimpinanku datang, aku sudah menjelaskan secara detail mengenai perkebunan ini dan seluk beluknya. Supaya beliau nantinya dapat langsung berkerja tanpa perlu beradaptasi lebih lama lagi.
***
"Dari mana asal kamu dek?", salah satu pekerja bertanya padaku ketika kami sedang beristirahat makan siang. Umur nya sekitar 40 tahunan, berperawakan tinggi kurus dengan rambut ikal.
"Saya dari Palembang Pak. Ibu dan adik-adik saya tinggal disana..", jawabku.
"Kamu nanti tinggal dimana selama kerja disini?", tanya Bapak itu lagi.
"Tingga dirumah yang tadi kita kumpul Pak. Saya tinggal disana dengan pimpinan saya, kebetulan pimpinan saya belum datang, masih tiga bulan lagi".
"Jadi sambil menunggu pimpinan kamu datang, kamu tinggal dirumah itu sendirian? Sampai berapa lama?", Bapak itu mulai menunjukkan mimik wajah yang aneh, terlihat khawatir.
"Sekitar tiga bulan lagi pimpinan saya baru datang Pak. Saya akan tinggal sendiri disana sampai beliau datang. Memangnya kenapa Pak?", aku menjawab yang aku akhiri juga dengan pertanyaan.
"Saran saya sebaiknya kamu tinggal di kota saja. Lebih baik kami pulang pergi saja setiap hari. Sebelumnya saya sudah pernah bekerja di perkebunan ini selama beberapa tahun. Kurang lebihnya, saya tahu mengenai keadaan perkebunan ini dan rumah yang kamu tinggali itu", Bapak itu menjelaskan cukup panjang lebar, cukup juga untukku bertanya-tanya.
"Memangnya ada apa dengan perkebunan ini Pak, ada apa dengan rumah itu?".
"Pokoknya saya sarankan lebih baik kamu jangan tinggal dirumah itu sendirian. Belum ada orang yang mampu menempatinya berlama-lama", jawab Bapak itu lagi.
Aku hanya diam dan mendengarkan. Tapi sebelum aku melontarkan pertanyaan lagi, ternyata kami sudah harus melanjutkan pekerjaan kami. Karena matahari sudah mulai condong kearah barat..
***
Terus terang, pembicaraanku dengan salah satu pekerja tadi menimbulkan banyak pertanyaan di dalam benak.
Ada apa dengan rumah itu?
Kenapa belum ada yang mampu tinggal lama dirumah itu?
Ada apa?
Melihat kondisinya, rumah itu sudah dalam keadaan bersih, rapi dan cukup nyaman untuk ditinggali. Aku hanya perlu sedikit memperbaiki beberapa sudutnya yang sedikit rusak.
Aku juga berencana untuk menanam rumput dan tanaman di sekelilingnya nanti, supaya lebih enak di pandang mata.
Iya, tidak bisa dipungkiri juga kalau pada hari pertama aku mengalami kejadian-kejadian yang menurutku cukup aneh.
Tadi pagi pun, sebelum memulai aktifitas, sekali lagi aku mengalami hal yang cukup aneh. Begini ceritanya..
Aku yakin kalau kemarin sore sudah membersihkan kamar mandi sampai ke setiap sudutnya. Kamar mandi yang ada di bagian belakang rumah ini ukurannya cukup besar, berisi bak mandi dan sumur yang ada disebelah kanannya.
Bak mandi sudah ku kuras airnya dan membersihkan seluruh permukaannya. Bagian atas sumur yang berbentuk tembok melingkar itu pun sudah aku bersihkan. Lumut dan jamur yang sempat terlihat juga sudah aku buang semua. Intinya, kamar mandi sudah sangat bersih, aku sangat yakin itu.
Tapi ada yang aneh. Ketika aku hendak madni, aku melihat kamar mandi dalam keadaan kotor lagi. Banyak tanah bertaburan pada lantainya. Ember yang digunakan untuk mengambil air sumur tergeletak begitu saja di lantai, bukan menggantung di tiang penyangganya. Seperti baru saja ada yang menggunakan kamar mandi itu.
Tanpa perpikir macam-macam, aku membersihkan kembali kamar mandi. Kejadian yang cukup aneh. Tapi pada pagi itu aku tidak terlalu memikirkannya, kara rasa antusiasku pada kegiatan pekerjaanku di hari pertama mengalihkan rasa penasaranku.
***
Sore menjelang, matahari sudah bersanda di sini bumi sebelah barat.
Hari yang cukup melelahkan, aku duduk bersandar di bawah salah satu pohon karet ketika para pekerja sedang membereskan peralatan mereka, dan bersiap untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Suasana sore yang tidak terlalu cerah, awan cukup tebal sudah terlihat menggelayut diatas langit, nampaknya nanti malam akan turun hujan.
"Pak, nanti kita berangkat bareng ke kota ya. Ada beberapa perlengkapan rumah yang harus saya beli", aku berbicara pada Pak Rusli.
"Bagus, kamu nanti malam menginap dirumah saya saja. Besok pagi kita bebarengan lagi", jawab Pak Rusli.
Aku hanya tersenyum mendengar ajakannya. Bagaimaan nanti sajalah, pikirku.
Ada beberapa perlengkapan rumah yang memang harus aku beli, perlengkapan yang sangat dibutuhkan. Seperti lampu teplok, gayung mandi, keset dan lain-lain.
"Bapak tunggu disini dulu ya, saya pulang dulu ambil motor. Nanti kita bertemu disini lagi..", aku langsung berdiri dan beranjak pulang.
Jarak antara rumah dengan tempat Pak Rusli dan para pekerja berkumpul sekitar 15 menit berjalan kaki. Cukup alasan untukku buat beristirahat sejenak ketika nanti sudah sampai dirumah.
Ketika sampai, aku duduk diruang tengah, menjulurkan kaki dan meletakkannya di atas meja, hari yang cukup melelahkan.
Jam sudah nyaris menunjukkan pukul setengah enam ketika lamunanku tiba-tiba berhenti.
Aku mendengar sesuatu. Aku mendengar suara yang timbul dari belakang rumah, dari kamar mandi.
"Kreekkk.. kreekkk..", suara seperti sedang ada yang menarik timbal dari dalam sumur. Aku terdiam.
"Siapa yang ada dikamar mandi?", tanyaku dalam hati,
Kemudian, "Byur.. Byur..", terdengar suara seorang yang sedang mandi.
Aku mulai merasakan keanehan.
***
Berdiri dari duduk, aku memandang ke arah kamar mandi.
Pintu nya tertutup.
"Byur.. byur..", suara guyuran itu terdengar lagi.
"Siapa di belakang?", aku memberanikan diri mengeluarkan suara.
Tidak ada jawaban, tapi tiba-tiba suara itu berhenti. Suasana kembali menjadi hening.
Beberapa saat kemudian, aku memberanikan diri untuk berjalan mendekati kamar mandi. Berniat untuk memastikan siapa yang ada didalam kamar mandi itu. Ada siapa didalamnya.
Aku terdiam beberapa saat didepan pintu kamar mandi. Menajamkan pendengaran memastikan kalau memang sudah tidak ada lagi suara dari dalam.
Setelah aku yakin tidak ada suara apa-apa lagi, ku raih gagang pintu dan memutarnya.
Sambil menahan nafas, perlahan aku membuka pintu kamar mandi. Setelah pintu terbuka penuh, akhirnya dapat terlihat isi kamar mandi sepenuhnya.
***
Kosong..
Ternyata tidak ada siapa-siapa didalam kamar mandi, kosong.
Sedikit bisa bernafas lega, walaupun masih cukup keheranan. Karena aku yakin kalau tadi mendengar suara orang yang menimba sumur dan menggunakan air untuk mandi.
Aku bertambah heran, ketika mendapatkan keadaan kamar mandi sama seperti yang aku lihat di pagi hari tadi.
Banyak tananh yang berserakan dilantai, ember yang digunakan untuk mengambil air dari dalam sumur tergeletak dilantai juga, seperti ada yang baru saja menggunakannya.
Melihat keadaan seperti itu, aku langsung bergegas membersihkannya. Setelah selesai, aku bersiap untuk mandi, menimba air hingga memenuhi bak manci.
Saat aku mulai mandi, aku mendengar sesuatu lagi. Aku mendengar sesuatu dari luar kamar mandi, sepertinya bersumber dari dapur.
"Crek.. creekkk..", kira-kira seperti itu bunyinya.
Suara yang sama dengan yang aku dengar dari luar rumah pada malam sebelumnya. Beberapa kali terdengar, sumber suara itu seperti tak bergerak, hanya diam di dapur. Aku menghentikan aktifitasku. Aku terdiam sambil membasuh tubuhku perlahan dengan handuk.
"Itu suara apa sih?", gumanku dalam hati.
Perlahan aku buka pintu kamar mandi sambil sedikit menahan nafas, takut ada sesuatu yang mengagetkanku dari balik pintu.
Aku terdiam ketika pintu sudah terbuka. Syukurlah, tidak terlihat apapun didapur. Aku langsung beranjak ke kamar dan segera berpakaian.
***
"Maaf Pak, lama ya menunggu saya?", basa basi ku sapa Pak Rusli yang sudah duduk menungguku diatas motornya"
"Tidak apa-apa, ayok kita jalan. Takut keburu gelap", jawab Pak Rusli.
Kamipun bergegas jalan ke kota.
***
Barang-barang belanjaan sudah siap semuanya di atas motor. Aku sudah mengikatnya dengan kuat di jok belakang.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam ketika aku sudah bersiap kembali pulang. Tapi tiba-tiba aku teringan akan Amri, teman sekampung yang tinggal dan kerja di kota ini.
Pada pertemuan kami yang terakhir, dia memberikan alamat tempat tinggalnya, menyuruhku untuk menyempatkan mampir kalau aku sedang ada disini.
Okelah, aku akan mencoba mencari alamat tinggal nya. Ini kota kecilm seharusnya tidak susah untuk menemukan alamatnya.
Dan benar saja, tidak berapa lama aku sudah menemukan alamatnya.
***
"Hei.. kamu ternyata! Apo kabar? Ngapo dindak ngasi kabar? Ngapo tiba-tiba ado disini? Begawe dimano sekarang?", Amri langsung memberondongku dengan banyak pertanyaan ketika melihatku berdiri dibalik pintu.
Kami berpelukan, sudah cukup lama kami tidak bertemu. Aku hampir menangis terharu.
Kami berbincang menggunakan bahasa daerah asal kami, Palembang. Amri tinggal sendiri di rumah petak yang terdiri dari satu kamar dan ruang tamu.
Ada beberapa rumah yang berbaris berjajar, rumah Amri berada di pojok paling kanan.
Setelah itu, kami berbincang panjang lebar. Beberapa gelas kopi dan berbatang-batang rokok menemani dua sahabat kecil yang tengah menceritakan kisah hidup masing-masing setelah lama berpisah.
***
"Jadi sekarang kamu begawe di perkebunan itu? Tinggal jugo di rumah yang ado di tengah-tengah situ?",raut wajah Amri berubah menjadi sedikit tegang ketika kau menceritakan dimana tempatku bekerja dan dimana aku tinggal.
"Aku sudah hampir tiga tahun bekerja di kota ini, beberapa kali aku pernah mendengar cerita tentang perkebunan itu dari orang-orang yang aku kenal. Banyak cerita yang beredar, yang aku sendiri tidak tahu kebenarannya. Tapi syukurlah kalau perkebunan itu akhirnya diambil alih oleh pemerintah. Karena tempat itu sudah lama terbengkalai, kasihan pekerja-pekerjanya. Kamu termasuk beruntung bisa bekerja di perusahaan milik pemerintah. Hanya saja kamu harus hati-hati tinggal disitu. Saranku, kamu tinggal di tampatku ini saja sampai pimpinan km datang. Tak tega aku melihatmu tinggal sendirian di tengah hutan seperti itu"
"Ini sudah hampir jam 12 malam, aku tak akan mungkin mengijinkanmu pulang sekarang. Kamu bermalam disini saja, kebetulan besok dan lusa aku libur, akan kuantar ke perkebunan esok pagi", panjang lebar Amri memberikanku wejangan, semakin banyak pertanyaan yang muncul didalam kepalaku.
Ada apa dengan perkebunan itu?
Aku ikuti saran Amri, akhirnya aku bermalam di rumahnya. Kami berbincang hingga nyaris menjelang subuh.
***
Ketika pagi menjelang, Amri memenuhi janjinya. Mengantarkanku ke perkebunan.
Rencanya pada malam harinya dia akan menginap di tempatku. Syukurlah, malam nanti aku tidak sendirian, rasa cemas sedikit banyak akan berkurang.
***
Ketika kami sampai di perkebunan, ternyata didepan rumah sudah ramai oleh pekerja perkebunan dan Pak Rusli.
Setelah sedikit berbasa-basi dan membereskan barang-barang bawaan, aku langsung memulai kegiatan. Pada hari itu kami akan melanjutkan pekerjaan kemarin, membersihkan lahan di sekitar perkebunan.
Targetku dalam waktu satu bulan seluruh wilayah yang menjadi tanggung jawabku sudah bersih semua, sehingga kami bisa melanjutkan ke proses pekerjaan yang selanjutnya.
Amri memutuskan untuk tinggal di rumah selama aku bekerja, dia berniat untuk tidur dan istirahat dirumah.
***
Hari itu cukup terik, membuat badanku terasa lemas dan sangat kelelahan, ditambah karena tidurku yang sedikit pada malam sebelumnya.
Sementara kulihat para pekerja tetap semangat dalam melaksanakan tugasnya, cukup senang aku melihat mereka giat bekerja.
***
Syukurlah hari berakhir dengan baik, wilayah yang sudah bersih menjadi semakin luas. Aku cukup puas dengan hasil kerja kami dua hari pertama ini.
Setelah kami berkumpul sebentar dengan para pekerja didepan rumah, sekitar jam lima sore aku mempersilahkan mereka untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Kemudian aku masuk ke dalam rumah dan membersihkan diri.
***
Setelah selasai mandi dan berpakaian, ternyata dimeja ruang tengah suedah tersedia kopi dan singkong rebus yang disiapkan oleh Amri. Singkong yang sebelumnya kami bawa dari kota, rencananya beberapa batang singkong akan kutanam di halaman sebelah kiri rumah.
Sambil menunggu waktu maghrib tiba, kami ingin kembali berbincang diruang tengah.
Suasana rumah terasa sedikit lebih hidup dengan kehadiran Amri. Orangnya memang sangat suka berbincang dan bercanda, gelak tawa kami berdua sering kali meledak ketika ada pembahasan yang menurut kami cukup lucu.
***
Malam pun datang.
Mengenakan sarung dan kaos oblong kami melanjutkan perbincangan di teras depan rumah, menghadap langsung ke perkebunan yang terlihat tidak terlalu gelap. Cahaya bulan dan terangnya langit malam itu membantu sedikit pencahayaan.
Amri kembali menyeduh kopi, kali ini sudah gelas yang ke dua. Beberapa batang rokok juga sudah menemani perbincangan kami yang seolah tidak ada habisnya.
Seperti biasa suara binatang malam terdengar bersahut-sahutan, menambah syahdunya suasana malam itu. Untuk beberapa saat kami sangat menikmati ketenangan dan keheningan sekitar rumah.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika ada hal aneh yang mulai terjadi.
"Kamu menyalakan kompor Yu?", tanya Amri.
"Ngga, memangnya kenapa Am?", balasku.
"Kamu mencium bau sesuatu ngga?", aku langsung menajamkan penciuman. Dan ternyata memang benar, aku mencium sesuatu.
"Seperti bau kentang rebus ya Am?", tanyaku.
"Kamu ngga sedang merebus kentang didapur kan?", Amri kembali bertanya untuk menegaskan.
"Ngga Am", jawabku sambil bergeleng.
Kami berdua mencium aroma kentang yang sedang di rebus. Aroma yang tadinya samar-samar, menjadi semakin kuat.
Kami terdiam berpandangan.
"Bau kentang darimana ya Yu?", Amri kembali bertanya.
Aku hanya bisa mengangkat bahu.
***
Cukup lama bau itu tercium, kadang menghilang kadang muncul kembali.
Awalnya kami mengabaikan dan tetap melanjutkan perbincangan, walaupun suasana sudah mulai mencekam, karena suara binatang-binatang malam yang perlahan mulai menghilang.
Angin sepoi-sepoi bertiup dari arah perkebunan. Bertiup menerpa tubuh kami yang mulai merasa kalau udara menjadi lebih dingin.
"Creekkk.. crekk. crekkk..", kami saling berpandangan, ketika suara itu muncul dari jauh. Suara yang sudah pernah kudengar pada malam sebelumnya.
"Crekk.. creekkk.. creekk..", suara itu embali terdengar, kali ini terdengar lebih dekat, dari sisi sebelah kiri rumah.
Kami langsung mengarahkan pandangan ke arah sumber suara.
"Ayo masuk Yu", Amri berdiri dari duduknya dan mengajakku untuk masuk kedalam rumah, wajahnya terlihat agak panik.
Aku ikuti ajakannya.
Setelah sudah berada didalama rumah aku langsung mengunci pintu.
"Biarkan lampu petromak nya tetap menyala Yu, jangan dimatikan", aku mulai cemas karena nada bicara Amri sudah seperti orang yang ketakutan.
Kami duduk di ruang tengah, bersebelahan pada satu tempat duduk panjang dan menghadap kepintu kamar.
"Bau kentang dan bunyi tadi itu adalah pertanda Yu..", kata Amri tiba-tiba dengan suara yang nyaris berbisik.
"Pertanda akan kehadiran pocong", lanjut Amri dengan suara yang sudah bergetar.
***
Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasan Amri, karena aku dengar juga suara itu ada malam sebelumnya, terdengar di luar rumah, namun tidak pernah terlihat ada penampakan pocong.
Aku berharap semoga Amri salah, semoga yang dia bicarakan tidak benar. Tidak terasa jam sudah hampir pukul dua belas malam. Percakapan yang kami lakukan hanya seperlunya saja. Tidak ada lagi gelak tawa dan canda ria, karena entah kenapa suasana menjadi semakin mencekam.
Sesekali aroma kentang rebus tercium di dalam ruangan, kadang tajam tapi juga kadang samar bau nya.
"Crek.. crekk.. creekkk..", kami terkejut, saling berpandangan, ketika tiba-tiba suara itu terdengar cukup keras dari dalam rumah. Dari bagian belakang rumah. Yang awalnya terdengar dari luar rumah tapi kali ini sumber suara itu sepertinya dari dalam rumah.
Beberapa saat lamanya kami saling berpandangan, kemudian secara perlahan mulai menoleh kearah bagian belakang rumah, tempat dimana dapur dan kamar mandi berada.
Lorong belakang rumah tidak terlalu terang. Hanya mengandalkan penerangan dari lampu petromak di ruang tengah, tempak dimana aku dan Amri berada.
Sebelah kiri lorong adalah kamar belakang, sedangkan sebelah kanannya adalah kamar mandi.
Kami hanya bisa melihat pintu kamar belakang. Pintu kamar mandi tidak bisa kami lihat dari lokasi kami berdua duduk di ruang tengah. Tapi kami dapat mendengar ketika ada suara yang bersumber dari arah pintu kamar mandi. Pintu itu bersuara seperti ada yang sedang membukanya.
"Kriiyeeeettttt......", engsel pintu yang mungkin sudah sangat tua dan berkarat mengeluarkan bunyi yang terdengar nyaring sampai keruang tengah.
Kami hanya bisa terdiam dan sesekali berpandangan satu sama lain.
"Crek.. creek.. creekkk..", suara aneh itu kembali terdengar, tapi kali ini lebih keras dari sebelumnya.
***
Kami ketakutan. Sangat yakin kalau sumber suara itu berasal dari kamar mandi yang pintunya baru saja terbuka.
Tiba-tiba, perlahan ada sesuatu yang keluar dari dalam kamar mandi.
Terlihat ada sosok berwarna putih kusam yang muncul dari dalam kegelapan, bergerak perlahan ke pintu belakang.
Kami hanya bisa terdiam. Hanya duduk mematung menyaksikan pemandangan yang sedang terjadi di hadapan kami.
Sosok putih itu kemudian diam berdiri menghadap ke tembok kamar belakang. Berdiri menyamping kalau diliat dari tempat kami di ruang tengah.
Aku dan Amri berkeringat dingin, jantung kami berdegup kencang ketika tersadar kalau yang berdiri didepan kamar mandi adalah pocong. Sosok pocong yang tinggi besar dengan kain kafan kusam menyelimuti tubuhnya.
Aku sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuh ketika secara perlahan pocong itu menggerakkan tubuhnya menjadi menghadap ke kami. Hingga pada akhirnya pocong itu benar-benar berdiri menghadap ke arah kami.
Kami sedikit bisa melihat wajahnya. Bagian wajahnya yang kehitaman, dengan bola mata yang putih seutuhnya.
Terdiam mematung, kami tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa memandangi pocong itu dengan sangat ketakutan.
"Yu, sadar Yu..! Kita pergi dari rumah ini!!", suara Amri mengagetkanku. Dia langsung mengambil kunci motor dan aku langsung bangkit dari duduk dan membuka pintu. Kami bermaksud untuk meninggalkan rumah pada saat itu juga.
Selama prosesnya kami sama sekali tidak berani untuk melihat kearah belakang rumah, dimana pocong itu berada.
Setelah motor sudah berada di luar, aku langsung menutup pintu rumah dan menguncinya.
dalam kegelapan malam itu, kami berada di atas motor membelah perkebunan karet untuk meninggalkan tempat itu secepat-cepatnya.
***
BERSAMBUNG
Komentar
Posting Komentar