Rumah Di Perkebunan - Part 6

 Cerita Dari Sisi Wahyu


Namaku Wahyu. Umurku 24 tahun, lulusan sekolah menengah kejuruan, dan belum penah merasakan bangku kuliah. 

Anak pertama dari empat bersaudara, Ayah sudah meninggal sejak aku masih di bangku SMP. Ibuku seroang Ibu rumah tangga yang sehari-hari menjaga dan membesarkanku dan adik-adik yang semuanya masih sekolah. 

Oh iya, kami memiliki sebuah warung kecil didepan rumah. Hasilnya lumayan cukup untuk memnuhi kebutuhan kami sehari-hari. Aku dan adik-adik menjaganya bergantian, tentu saja setelah mereka semua pulang dari sekolah. 

Kalau untuk makan sehari-hari, pendapatan dari warung itu memang sudah bisa mencukupi. Tapi untuk kebutuhan adik-adikku semua, jelas masih sangat kurang. 

Maka dari itu, untuk meringankan beban yang ada di pundak Ibu, aku memutuskan untuk langsung bekerja selepas lulus SMK, ku kesampingkan dulu keinginanku untuk lanjut ke bangku kuliah. 

Banyak yang sudah aku lakukan setelah lulus. Membantu paman yang memiliki bengkel, ikut berkerja kawanku menjadi kenek angkot, mengolah sawah orang lain, kuli bangunan, banyak lagi. Semuanya aku lakukan hanya supaya beban di pundak Ibuku tidak terlalu berat. 

Dalam masa-masa berkerja serabutan itu, dalam hati aku selalu berharap agar dapat diterima bekerja pada satu instansi pemerintah, supaya dapat memiliki penghasilan yang tetap. Ibuku pasti bangga kalau aku bisa menjadi pegawai negeri.

***

Pucuk dicinta ulam tiba. Setelah hampir empat tahun bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu, pada suatu hari ada seorang teman yang menginformasikan kalau ada perusahaan perkebunan yang sedang membutuhkan beberapa karyawan baru. Perusahaan perkebunan ini dimiliki oleh pemerintah, jadi para karyawannya nantinya akan berstatus pegawai negeri. 

Dengar-dengar juga kalau diterima, karyawan baru akan ditempatkan di salah satu perkebunan yang letaknya berada di Sumatera Selatan, sekitar delapan jam perjalanan darat dari rumahku. Bagiku tidak akan jadi masalah. Salah satu hobi ku adalah berkebun, aku pasti cocok bekerja di perkebunan. Begitu pikiranku pada saat itu. 

Dengan semangat yang membara, aku membuat surat lamaran kerja. Kutulis dengan tangan serapih mungkin.

"Ibu, aku akan melamar disebuah perusahaan perkebunan milik pemerintah. Aku minta restunya, semoga ini rejeki akuk, rejeki ibu dan rejeki adik-adik. Doakan supaya aku diterima ya Bu..", aku cium kaki Ibu ku sambil meminta restu dan doa darinya. Aku sangat menginginkan pekerjaan ini.

Selesai dari situ, aku bergegas ke kantor pos untuk mengirimkan surat lamaranku ini. 

***

"Wahyu, ada surat untukmu..", suara Ibu memanggilku dari luar kamar., membangunkanku dari tidur siang. 

"Iya Bu..", aku beranjak keluar. Langsung mengambil surat yang Ibu maksudkan. 

Ternyata itu adalah surat panggilan untuk wawancara dari perusahaan perkebunan yang aku kirimkan surat lamaran tempo hari. 

Berkaca-kaca mataku membacanya. Langsung ku beritahu Ibu mengenai hal itu, dan sekali lagi aku memohon doanya untuk kelancaran wawancaraku. 

***

Singkat cerita, setelah menjalani beberapa kali wawancara, akhirnya aku mendapatkan perkerjaan itu. Walaupun pada awalnya masih berstatus honorer, tetap saja aku sangat bahagia. Ibu sampai berlinang air mata ketika aku menceritakan berita gembira ini. 

Dan benar, aku ditempatkan di satu perkebunan yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggalku. Yang nantinya tidak mungkin buatku untuk sering-sering pulang ke rumah. 

"Tidak apa-apa nak.. Ibu dan adik-adikmu akan baik-baik saja. Bekerjalah dengan baik, apapun keadaannya kamu harus bisa terima dan jalani semuanya", saran Ibu, aku harus bisa jalani semuanya dengan baik.

Mulai saat itu aku berstatus sebagai pegawai perkebunan milik negara, diperkebunan karet. Perkebunan karet yang beberapa tahun kedepan akan memberikan pengalaman hidup yang tak akan pernah aku lupakan. 

***

Selama satu bulan lamanya aku diberikan pelatihan langsung di perkebunan karet yang sudah beroperasi puluhan tahun lamanya. Cukup menyenangkan, aku sangat menyukai cara kerja dan tugas yang nantinya akan aku jalani di tempat bekerja ku nanti. 

Pada intinya aku akan membantu pimpinan perkebunan yang akan bertanggung jawab penuh pada perkebunan itu. 

Yang aku dengar, yang akan menjadi pimpinanku nanti juga orang baru sepertiku. Perkebunan karet tempatku bekerja nanti juga adalah lokasi penggarapan perkebukan baru. 

Daerah garapan baru, perkebunan karet yang baru saja diambil alih oleh pemerintah yang tadinya dimiliki oleh pihak swasta.

Aku juga sangat senang ketika mengetahui kalau nantinya perusahaan akan memberikan rumah sebagai tempat tinggal. Jadi aku tidak perlu memikirkan untuk biaya tempat tinggal. 

Selain tempat tinggal aku juga diberikan tunjangan makan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Intinya, aku tinggal membawa badan saja ke tempat bekerjaku nanti. 

***

Setelah selesai masa pelatihan, akhirnya perusahaan menganggap kalau aku sudah siap untuk diterjunkan langsung ke lapangan. 

"Baik-baik kamu di sana Yu. Jaga diri, jangan tinggalkan sholat. Kamu anak yang kuat dan pemberani, hadapi setiap masalah dengan bijak, bagaimanapun keadaannya", itu adalah kalimat pesan yang keluar dari mulut Ibu ketika aku berpamitan untuk berangkat ke tempat kerjaku yang baru. Cukup sedih untuk berpisah dengan beliau dan ketiga adikku. Tapi ini semua harus kujalani untuk memenuhi kebutuhan mereka juga nantinya.

Dengan mengucap Bismillah, aku berangkat menjemput mimpiku..

***

Akhirnya aku sampai juga di sebuah kota kecil di bagian selatan pulau Sumatra. Di kota ini nanti nya aku akan menemui seseorang yang menjadi pemanduku di awal aku bekerja.

Pak Rusli namanya. Lelaki berperawakan tinggi besar, dengan kumis tebal yang menghiasi wajahnya. Aku menemui beliau di rumahnya, Pak Rusli adalah penduduk asli kota ini. 

Oya, dikota ini aku juga memiliki seorang teman masa kecil yang sudah cukup lama tinggal di kota ini. Aku jadi merasa tidak sebatang kara di sini. 

"Kamu nanti akan saya antarkan ke tempat bekerja. Perusahaan juga memberikan satu buah sepeda motor untuk operasional kamu sehari-hari", begitu kata Pak Rusli ketika aku menemui di rumahnya. Beliau juga bilang, sebaiknya besok saja kami ke perkebunan, karena pada saat itu hari sudah malam.

Selama bermalam dirumah Pak Rusli, aku banyak mendengarkan cerita tentang perkebunan karet itu. Tempatnya cukup jauh, sekitar satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor dari kota kecil ini. 

"Kamu harus hati-hati disana. Perkebunan itu sudah lama tidak terurus sebelum akhirnya di ambil alih pemerintah. Sekeliling nya diisi oleh hutan yang cukup lebat, sangat jauh dari pekampungan terdekat. Tapi tenang saja, kamu tidak sendirian tinggal ditempat itu. Paling lama tiga bulan lagi pimpinan baru kamu akan datang juga", cerita Pak rusli. 

"Tiga bulan lagi Pak? Bukannya minggu depan beliau datangnya?"

Ternyata calon pimpinan ku itu baru datang tiga bulan lagi. Ada beberapa kendala yang terjadi sehingga menyebabkan demikian. Jadi selama tiga bulan pertama, aku akan tinggal di perkebunan itu sendirian. 

***

Keesokan paginya, menggunakan dua sepeda motor, kami berangkat menuju ke perkebunan. Dalam perjalanan, setelah mulai jauh dari keramaian kota, kami mulai memasuki jalan kecil yang membelah hutan yang sangat lebat. 

Kanan kiri jalan setapak yang kami lalui hanya hanya ada pepohonan besar yang menghalangi sinar matahari untuk masuk menyinari daerah itu. 

Setelah cukup lama melewati jalan setapak itu, akhirnya kami memasuki wilayah perkebunan karet. Sejauh mata memandang, yang kulihat hanya pohon karet yang berbaris rapi pada kiri kanan jalan. 

Tidak ada pohon lain, yang ada hanya pohon-pohon karet yang disela-selanya terdapat rumput liar setinggi lutut orang dewasa.

Benar kata Pak Rusli, perkebunan karet ini memang terlihat sudah sangat tidak terawat dalam waktu yang cukup lama. Daun-daun kering berserakan, rumput-rumput liar menutupi hampir seluruh permukaan tanah.

Benar juga apa yang dibilang manajemen tempo hari, yang harus aku lakukan pertama kali adalah membersihkan lahan perkebunan ini, yang luasnya mungkin mencapai ratusan hektar. 

***

Pak Rusli menghentikan sepeda motornya pada satu dataran yang agak tinggi. Aku pun ikut menghentikan sepeda motorku dan berhenti disampingnya. Pada dataran tinggi itu kami bisa melihat ke bawah, ke dataran yang lebih rendah. 

Sekitar 50 meter dari tempat kami berhenti aku melihat ada rumah yang berdiri sendirian, tidak ada bangunan apapun disekelilingnya. Rumah yang cukup besar dengan sedikit tanah kosong yang mengelilinginya. Beberapa meter dikanan kirinya berbaris rapi pohon-pohon karet yang memang masih masuk kedalam wilayah perkebunan. 

Dibelakangnya, dari kejauhan aku dapat melihat pepohonan bambu tapi sepertinya pepohonan bambu itu sudah berdiri diluar area perkebunan karet. 

"Itu rumah yang akan jadi tempat tinggalmu. Kamu bisa beristirahat dulu hari ini sambil membersihkannya. Besok akan datang sektiar 50 orang pekerja, kamu bisa perintahkan mereka untuk membersihkan perkebunan terlebih dahulu", panjang lebar Pak Rusli menjelaskan tentang rumah dan perkebunan. Semantara aku hanya diam sambil mengangguk sesekali. Setelah itu kami lanjut berjalan menuju kerumah yang sudah sangat dekat itu. 

***

Setelah memakirkan motor di halaman depan, Pak Rusli dengan cekatan membuka pintu rumah dan kamipun memasuki nya. 

"Rumah sudah bersih, kamu tinggal menempatinya saja. Kemarin saya dan beberapa pekerja membersihkan rumah ini", kata Pak Rusli menjelaskan. 

Memang benar, rumah dan semua perabotan didalam rumah ini nampak bersih dan rapi. Rumah ini memiliki tiga kamar. Dua kamar berdampingan dengan ruang tengah, satu kamar lainnya berada di belakang berdekatan dengan dapur dan kamar mandi. 

Ketika membuka pintu belakang, langsung terlihat pepohonan bambu yang sangat rindah. Suara gesekan antar batangnya terdengar cukup keras karena hembusan angin pada saat itu yang cukup kuat.

Rumah dan lingkungan ini persis seperti yang ada dalam bayanganku sebelumnya. Rumah di tengah-tenga perkebunan karet yang jauh dari keramaian, aku sudah menduganya. 

Yang diluar dugaanku adalah, ternyata aku harus tinggal dirumah itu sendirian selama tiga bulan kedepan.

***

"Saya pulang dulu, besok saya datang lagi bersama dengan pekerja yang akan membantumu di disini", sekitar jam sebelas siang Pak Rusli pamit pulang. 

"Iya Pak, terima kasih. Besok saya tunggu", jawabku. 

Begitulah, setelah Pak Rusli pergi, aku menjadi orang satu-satunya di tengah perkebunan karet ini. 

***

Aku hanya membawa beberapa lembar pakaian, selain itu tidak membawa apea-apa lagi. Makanya, aku bisa membereskan barang-barangku hanya dalam hitungan menit.

Setelah selesai beberes, aku menghabiskan waktuku untuk melihat-lihat sekitar rumah. 

Rumah ini menghadap ke perkebunan karet, posisi perkebunan sedikit lebih tinggi dari letak rumah. Samping kanan dan kiri juga berjajar rapi pepohonan karet. 

Bagian belakang rumah ini ternyata sudah tidak termasuk dari wilayah perkebunan karet, karena sudah ditumbuhi dengan pepohonan bambu yang sangat rindang. 

Agak jauh di belakang pohon-pohon bambu itu,  mengalir sungai yang cukup besar. Sungai yang air nya masih tergolong bersih dan jernih. 

Begitulah, sedikit gambaran mengenai sekitar rumah tempat tinggalku setelah aku telusuri.

Sekitar jam tiga sore itu, aku tertidur.

***

Tubuhku sudah lelah karena kegiatan yang aku lakukan sejak kemarin, membuat tidurku sangat lelap. Begitu lelapnya sampai-sampai aku bermimpi, mimpi yang nampak seperti nyata. 

Di dalam mimpi itu, aku merasa sedang berbaring diatas rumput, disekelilingku berdiri pohon-pohon karet yang tinggi menjulang. Sinar matahari masuk melalui celah-celah dahan pohon. Beberapa garis sinarnya cukup untuk membuat mataku silau. 

Aku tidak dapat menggerakkan seluruh bagian tubuhku, hanya kedipan mata yang bisa kulakukan. 

Aku tetap diam berbaring, ketika ada beberapa sosok yang datang menghampiriku. Sosok berbaju hitam panjang, berdiri mengelilingiku. 

Aku meghitungnya, ada lima sosok. Tidak bisa kulihat jelas wajah mereka karena sinar matahari menyorot dari belakang mereka berdiri. 

Yang mereka lakukan hanya berdiri diam memperhatikanku.

Siapa mereka?

***

Aku terkesiap. Terbangun dengan keringat yang sudah membasahi tubuh.

Beberap amenit aku terduduk di pinggir ranjang, memikirkan mimpi yang baru saja aku alami. Mimpi yang cukup aneh menurutku. 

Ternyata sudah jam enam sore. Aku bergegas mandi untuk menunggu waktu maghrib. 

***

Suara jangkrik bersahut-sahutan, sesekali juga terdengar suara katak yang bersuara seperti sedang meminta hujan. 

Jam delapan malam aku duduk sendirian didepan rumah, segelaskopi dan sebungkus rokok menjadi temanku malam itu. Langit cerah dengan sinar bulan yang cukup terang membuat malam tidak terasa terlalu kelam. 

Untuk saat itu, aku sangat menikmati suasana perkebunan. Menikmati keheningan yang sangat jarang aku rasakan sebelumnya. Entah kenapa tapi aku sangat menyukainya. Tapi hanya untuk beberapa saat saja. 

Pada sekitar jam sembilan malam, sesuatu mulai terjadi..

Mataku menangkap pemandangan yang cukup aneh yang terjadi dikejauhan. 

***

Sekitar beberapa belas meter di depanku, aku melihat ada satu sosok yang sedang berdiri di bawah salah satu pohon karet. Dia hanya diam menghadap kearah tempatku duduk.

Memicingkan mata, aku mencoba menajamkan penglihatan. Tapi tetap saja aku tidak bisa melihat jelas wajahnya.

Yang terlihat hanyalah bayangan hitam yang berdiri tegak.

"Pak..", aku mencoba memanggilnya.

Beberapa saat kemudian, tidak terlalu jauh disebelah kanan dari tempat sosok itu berdiri, kembali muncul satu sosok lagi yang perawakannya hampir sama. Berbentuk bayangan hitam seperti siluet, diam dibawah salah satu pohon karet.

Pada detik itu aku memutuskan untuk masuk kedalam rumah, ketika aku tersadar kalau mereka mirip dengan sosok yang hadir dalam mimpiku sore tadi. 

Setelah ada didalam rumah aku langsung mematikan lampu petromak yang sore tadi aku letakkan diruang tengah. Keadaan rumah menjadi menjadi gelap dan semakin hening. Entah kenapa perlahan aku mulai merasakan takut. 

Suara jangkrik dan katak yang tadinya bersahut-sahutan, mendadak hilang tak terdengar lagi. 

Suasana sangat sepi dan senyap, aku merasa semakin ketakutan dengan keadaan ini. Tapi masih ada sedikit rasa penasaran mengenai sosok bayangan hitam yang tadi ada di luar rumah. 

Aku menghampiri jendela yang ada disebelah pintu. Aku raih tirainya, membuka nya sedikit untuk memberikanku celah untuk mengintip keluar. Dari celah tirai itulah akhirnya aku bisa melihat keluar. 

Dalam gelapnya malam yang hanya dibantu oleh cahaya bulan yang mulai meredup tertutup awan, ternyata aku melihat bukan hanya dua, tapi sudah ada empat sosok yang berdiri di atara pohon-pohon karet. 

Posisi mereka tak beraturan. Ada yang dekat, ada yang agak jauh, ada yang dikanan, ada yang dikiri.

Siapa mereka sebenarnya, dan mau apa mereka???

***

Setelah beberapa detik memandang mereka, aku memutuskan untuk menutup tirai, lalu duduk di ruang tengah dengan keadaan gelap.

Sambil duduk aku membaca doa-doa yang aku bisa, meminta pertolongan-Nya supaya aku bisa melewati malam pertama ini dengan baik-baik saja. 

Cukup lama aku terdiam dalam gelap, lalu aku mendengar suara dari luar. 

"Crek.. creekk.. creeekkk..", kira-kira seperti itu bunyi nya.

Pada saat itu aku tidak tahu suara apa itu. Suara yang kadang terdengar, kadang menghilang. Kadang mendekat, kadang menjauh. Seperti itu terus berulang-ulang. 

Aku tidak puny anyali untuk mengintip keluar sekali lagi. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tengah, mengunci pintu dan naik keatas tempat tidur. 

Namun tetap saja, aku belum juga dapat memejamkan mata. Rasa takut masih menyergap perasaan. 
Aku merasakan ada banyak "aktifitas" yang sedang terjadi diluar rumah ini. 

Untunglah, segala "aktifitas" itu hanya terjadi diluar, belum sampai kedalam rumah. 

Iya, belum! Hingga akhirnya sekitar menjelang subuh aku baru bisa tertidur.



BERSAMBUNG






Komentar

Postingan Populer