Perias Pengantin
Berjuta profesi, berjuta kisah tersaji. Bermacam pekerjaan dilakukan setiap orang untuk sekedar menyambung hidup. Salah satunya adalah perias pengantin. Sebuah fragmen hidup di satu penggalan waktu..
Perias pengantin. Suatu profesi yang cukup banyak orang kenal. Profesi yang mungkin sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Profesi yang banyak di geluti oleh kaum wanita. Berjuta penggalan kehidupan bermunculan terkait dengan para pelaku profesi ini. Salah satunya yang paling menarik adalah banyaknya kisah mistis yang menyertai keberadaannya.
Gak bisa di sebutkan satu persatu karena cukup banyak rumor-rumor mistis tentang perias pengantin. Contohnya : Kebanyakan perias pengantin wajahnya jutek atau ada pula perias yang harus bakar kemenyan dulu didalam kamar riasnya, dan lain sebagainya.
***
Pada tahun 1990, tersebutlah seorang perempuan berumur 45 tahun, Nina namanya. Orang-orang banyak yang memanggilnya dengan panggilan "Mbak Nina", atau "Ibu Nina", ada pula yang memanggilnya dengan "Nina" saja. Sudah sekitar 20 tahun lamanya Mbak Nina berprofesi sebagai perias pengantin. Dimulai sejak masih sekolah, Mbak Nina sudah mulai ikut membantu Ibunya merias pengantin, jadi sudah cukup lama ia menggeluti profesi ini. Sampai akhirnya Ibu nya meninggal dunia ketika Mbak Nina berumur 21 tahun. Sejak itulah ia melanjutkan profesi Ibunya sebagai perias pengantin.
Sejak masih tinggal bersama orang tuanya di Cilegon, Banten, sampai ketika sudah memiliki tempat tinggal sendiri di Tangerang Selatan, sudah cukup banyak kisah hidup yang Mbak Nina lalui. Entah itu sedih, senang atau seram.
Seram? Iya, karena seperti diawal tadi, kalau profesi perias pengantin sering bersinggungan dengan hal-hal mistis yang menyeramkan, ngga masuk diakal dan logika.
Mbak Nina sering mendapatkan panggilan untuk merias pengantin jauh ke pelosok hampir disetiap sudut pulau Jawa, sesekali ia juga sampe merias hingga keluar pulau Jawa. Banyak kejadian aneh yang beliau alami ketika harus mengunjungi tempat-tempat yang cukup terpencil.
Salah satu pengalamannya adalah ketika Mbak Nina harus mengunjungi satu desa di daerah Anyer, Banten. Setelah ini saya akan berperan sebagai Mbak Nina untuk melanjutkan cerita lengkapnya..
***
Kali ini aku harus berangkat ke Anyer sendirian, karena Mira asistenku yang biasa menemaniku sedang ada urusan mendadak. Aku adalah tipe orang yang sangat tepat waktu, ga ada kamur terlambat dalam hidupku. Prinsipku, lebih baik aku yang menunggu daripada orang lain yang menunggu karena aku datang terlambat. Sama juga dengan kali ini, sejak pagi buta aku sudah dalam perjalanan menuju tempatku merias pengantin, satu desa di daerah Anyer, Banten. Tepatnya di sisi jalan pegunungann sebelah kiri, bukan sisi pantai. Dan katanya letaknya cukup jauh dari jalan utama.Ya sudah, walau begitu aku tetap harus menjalani. Toh sebelum ini aku sudah merasakan yang lebih pedalaman lagi, dan aku berhasil. Targetku sebelum jam 5 subuh aku sudah harus tiba di rumah pengantin. Dengan tujuan sebelum akad semua sudah siap, gak ada yang terlambat.
Dan sukses, seperti biasa aku datang tepat waktu. Pukul 5 kurang 15 menit aku sudah sampai dirumah mempelai wanita. Waktu itu aku menggunakan jasa ojek motor untuk membawaku ke rumah pengantin, setelah turun dari angkot di jalan utama Raya Anyer. Rumah mempelai wanita ini nampak begitu sederhana namun cukup besar. Dengan desain standar rumah di pedesaan terpencil. Namun kelihatan sangat nyaman untuk ditinggali.
Sudah nampak beberapa orang yang wira wiri di dalam dan di luar rumah. Tapi menurutku, untuk rumah yang nantinya akan digunakan sebagai acara pernikahan, rumah ini nampak cukup sepi.
"Mbak Nina ya? Mari masuk mbak" seorang perempuan menyapaku dengan ramah, mengajak masuk rumah dan langsung menuju kamar rias pengantin. Aku pun mengikuti arahannya.
Sesampainya di dalam kamar, perempuan tadi lantas pamit, "Itu pengantinnya, silahkan mbak" ucapnya sambil tersenyum. Di dalam kamar itu sudah terduduk seorang perempuan dengan rambut tergerai, duduk di depan cermin besar dengan penerangan yang seadanya.
"Saya langsung mulai aja ya neng?" tanyaku kemudian.
"Iya mbak" jawab wanita ini pendek.
Aku bergegas menyiapkan peralatan. Singkat cerita proses merias pun aku mulai...
"Neng capek ya? Muka kamu pucat banget" aku bilang seperti itu karena memang benar, wajah pengantin ini begiitu pucat.
"Iya mbak, capek banget. Kebetulan ini juga habis sakit, tapi sudah enakan sih" jawabnya.
Yaahh, biasalah. Memang sudah sering seperti itu, kedua mempelai akan merasa sedikit stres ketika mendekati hari H pernikahan. Sama juga dengan pengantin yang ini, makanya aku maklum dan mengerti kalau mempelai perempuan ini kelihatan lelah dan pucat. Aku jadi harus make up ekstra lebih untuk menutupi kepucatannya.
Ada yang aneh, dan aku baru menyadarinya belakanga, Sejak aku masuk ke kamar rias ini gak ada satupun orang yang terlihat masuk, sama sekali gak ada. Dan, aku sama sekali gak mendengar suara orang diluar kamar. Sepi dan hening seperti gak ada orang sama sekali. Tapi ya sudahlah, aku memilih untuk mengabaikan dan lebih fokus merias. Takut terlambat karena jam 9 pagi acara sudah dimulai, dan akan dilanjutkan dengan resepsi.
"Nah.. sudah selesai. Cantik banget sekarang.."
"Terima kasih mbak. Iya, aku cantik sekarang. Hehe.."
Mempelai ini tersenyum senang. Gak bisa dipungkiri kalau aku ga puas dengan hasil kerjaku kali ini. Wajah wanita masih kelihatan pucat. Tapi setelah selesai, tiba-tiba aku mendengar ada kehidupan diluar, mendadak ramai. Syukurlah, akhirnya kejanggalan tadi dak berasalan.
"Ayok neng, dimulai sekarang" seorang perempuan masuk kedalam kamar, lalu mengajak mempelai perempuan untuk keluar.
"Emang sudah mau mulai bu?" tanyaku. Ya aneh aja, seharusnya akad dimulai pukul 9, ini masih pagi. Pikirku.
"Udah mau mulai mbak, kan udah jam 9" jawab perempuan itu.
Jam sembilan? Serius? Aku sedikit gak percaya, karena waktu aku merias tadi kurang dari dua jam. Seharusnya ini masih jam 7. Penasaran, aku memastikan lagi dengan melihat jam tanganku sendiri, ternyata benar sudah jam 9. Ya sudah, seperti biasa aku menunggu di dalam kamar yang sudah disediakan untukku ketika acara sedang berlangsung.
Oh ya, ada kebiasaan yang selalu aku jalani kalau sedang merias seperti ini. Yang pertama, sebisa mungkin aku ngga menunjukkan diriku di depan para tamu undangan ketika acara berlangsung. Yang kedua, aku sama sekali gak makan atau minum yang di sediakan oleh tuah rumah sebagai jamuan acara yang aku terlibat didalamnya untuk merias pengantin. Walaupun itu hanya segelas air putih, makanya aku selalu membawa bekal air dan sedikit makanan untukku sendiri.
Kenapa harus begitu? Sampai sekarangpun aku juga gak tahu kenapa alasannya. Karena sejak aku membantu ibu ku dulu, ibu selalu mewanti wanti untuk melakukan dua hal itu. Beliau hanya bilang "Kalau dilanggar nanti ada sesuatu yang buruk akan terjadi" hanya itu yang ibuku bilang. Dan hingga saat ini aku masih melakukan kebiasaan itu.
Seperti yang sudah aku bilang tadi, setelah akad, acara akan dilanjutkan dengan resepsi, menerima tamu undangan, yang masih dilaksanakan di rumah mempelai wanita. Rancananya, selepas dhuhur aku sudah harus meninggalkan lokasi acara untuk langsung menuju ke Cilegon, mengunjungi salah satu kerabatku. Dan karena penganti akan berganti pakaian dan dirias ulang setelah maghrib, jadi aku usahakan akan kembali lagi ke lokasi sebelum maghrib tiba.
Singkat cerita, selepas dhuhur akhirnya aku berangkat menuju ke Cilegon, Jarak tempuh Anyer ke Cilegon sekitar satu jam menggunakan angkutan umum. Aku seorang profesional, tapi kali ini aku sedikut terlambat. Menjelang isya aku baru sampai di Anyer, tapi belum sampai dilokasi pernikahan, baru di depan jalan utama menuju rumah mempelai wanita. Karena merasa sudah terlambar, jadi aku memutuskan untuk menyewa kendaraan umum supaya lebih cepat sampai.
Sedikit panik dan khawatir, aku duduk dikursi depan angkot sambil terus memperhatikan jalan ketika kami sudah memasuki wilayah desa tempat lokasi pernikahan. Makin panik, karena sampai jam 8 malam aku yang hanya berdua dengan sopir angkot, masih belum juga menemukan rumah sang pengantin.
"Bener di desa ini lokasinya mbak?" tanya sopir mulai penasaran.
"Bener mas, saya yakin, ini desa tempatnya. Tapi kok ngga ketemu juga ga?!" aku menjawab sambil kebingungan.
Jalan desa sudah sangat sepi gak ada orang sama sekali yang lalu lalang, karena memang sangat dipedalaman. Aliran listrik pun belum masuk ke desa ini.Gelap gulita, roda angkot terus menyusuri jalann tanah yang membelah wilayah sepi ini. Sudah jam setengah 10, kami belum juga menemukan lokasinya. Lelah, letih, putus asa, kami memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah bangunan kosong.
"Gimana mbak, mau lanjut nyari atau kita balik lagi ke kota? tanya sopir yang juga sudah mulai putus asa.
"Boleh kita keliling sekali lagi mas? Saya masih penasaran, saya yakin kalau rumahnya ada didesa ini. Dan semoga nanti kita bisa bertemu salah satu penduduk sini, biar kita bisa tanya lokasi pastinya" mintaku.
Pak sopir pun setuju. Kemudian sekali lagi kita memutuskan untuk berkeliling desa yang sepi dan gelap ini untuk mencari lokasi rumah mempelai. Belum ada yang berubah, desa tetap sepi dan tampak seperti gak ada kehidupan. Hanya deru mesin angkot saja yang terdengar. Udara dingin mulai turun dari pegunungan yang ada didekat desa. Angkot bberjalan pelan, terus menyusuri jalan tanah kering yang sepertinya sudah lama gak terguyur air hujan.
Menjelang jam 11 malam, akhirnya aku putus asa. Menyerah.
"Ya sudah mas, kita balik saja ke kota. Sepertinya memang ngga ketemu juga" ucapku.
Pak sopir mengiyakan. Dia memutar arah mobil untuk menuju jalan keluar desa. Tapi ngga berapa lama kemudian, kami melihat ada beberapa orang yang sedang berjalan kaki. Tentu saja aku senang melihat mereka. Jadi kami bisa menanyakan letak lokasi pernikahan yang sedari tadi kami cari.
"Maaf pak, mau tanya. Rumah pak Thohir yang sedang ada acara pernikahan disebelah mana ya?' tanyaku ketika kami sudah berada didekat orang-orang itu.
"Rumah pak Thohir? Yang ada pernikahan tapi ngga jadi? Itu mbak, sebelah belokan depan. Rumahnya ngga jauh dari situ, disebelah kiri" salah seorang dari mereka menjawab.
Ah leganya, akhirnya kami bisa menemukan lokasinya.
Tapi sebentar, kenapa orang itu bilang "Ada pernikahan tapi ngga jadi?" aneh..
Kamipun bergerak mengikuti arahan petunjuk dari mereka. Dan benar saja, kami menemukan rumah yang kami tuju.
"Padahal daritadi kita sudah lewat lokasi ini ya mbak, tapi kok rumah ini ngga kelihatan, baru sekarang kelihatan" tanya pak sopir kebingungan. Aku pun berpikiran yang sama, kenapa daritadi kami ngga melihat rumah ini.
Benar aku masih sangat hapal, memang ini rumahnya. Tadi pagi aku dirumah ini dan merias mempelai wanita. Tapi ada yang janggal. Memang benar terlihat ada banyak orang, yang sepertinya tamu pernikahan. Lalu apa yang janggal?
Ketika kami turun dari angkot dan masuk ke halaman, aku malihat kalau di rumah ini sama sekali ngga terlihat seperti sedang ada acara pernikahan, karena sebagian besar tamunya mengenakan pakaian berwarna gelap, layaknya orang yang sedang datang ke acara kematian.Acara berkabung, bukan acara pernikahan. Ada apa sebenarnya?
"Bu, maaf. Keluarga pengantinnya kemana ya?" aku bertanya ke salah satu perempuan yang aku temui di teras.
"Itu.." dia menunjuk ke salah satu perempuan lainnya yang sedang tersedu menangis.
Kemudian aku menghampiri wanita itu, yang ternyata aku mengenalnya. Dia adalah perempuan yang mengantarku masuk ke kamar pengantin tadi pagi.
"Mbak Nina ya? Kok baru datang? Maaf ya mbak, kami lupa kasih tahu kalau pernikahannya batal, ngga jadi" ucap ibu itu sambil menahan tangis.
"Batal kenapa bu? Bukannya tadi acaranya sudah mulai? Saya kan yang merias pengantin perempuannya tadi pagi" jawabku keheranan.
"Ngga ada pernikahan mbak. Ratih, mempelai perempuannya meninggal mendadak jam 1 tengah malam kemarin"
Mempelai wanita sudah meninggal malam sebelum ini?
Lalu siapa yang aku rias dirumah ini tadi pagi?
THE END
Komentar
Posting Komentar