Rinjani - The Deadly Monster From The Past (Warning, yang merasa kapasitas otaknya setara sama mesin jahit, mending skip)

 Di minggu-minggu terakhir ini..
Berita di media disuguhkan dengan meletusnya dua gunung api, yaitu Semeru dan Merapi. Letusan yang dahsyat, lengkap dengan drama luncuran awan panasnya yang berkilo-kilo meter jauhnya. Belum lagi banjir lahar dingin yang tak kurang mengancam. Apalagi dikaitkan bahwa di tahun 2021 ini, negara kita di landa oleh La Nina. Si nyai kecil pembawa awan hujan lebat. Membuat derita musibah di awal tahun ini lengkaplah sudah. 

Namun jika dibandingkan dengan letusan Rinjani dimasa lalu, sesungguhnya erupsi Semeru dan Merapi, sungguh tidak ada apa-apanya. Untuk mengingatkan kembali memory kita, tentang dahsyatnya jajaran gunung api di negeri kita ini, maka artikel saya kali ini sedikit berbeda. Dengan harapan agar kita semua bisa menimba hikmah pembelajaran, disertai syukur dan nikmat karena bertambahnya aspek kognitif dalam kesadaran kita.





Jenazah-jenazah itu..
Terserak di kandang babi, bercampur dalam kotoran dan kubangan lumpur. Sebagian sudah membengkak dan membusuk. Begitu yang di tulis oleh Mathew Paris, penulis dari St Albans dalam laporannya.
Sebagian dikubur dengan layak, namun sebagian besar lainnya dikubur secara masal. Karena tidak kurang dari 15-20 ribu yang mati saat itu. Kuburan-kuburan masal itu sekarang tepat berada di pusat kota London, Inggris. 

Semua batu nisan menunjukkan bahwa kejadian menyedihkan itu pada tahun 1258. Yang dikenal karena tahun itu, terjadi anomali terhadap cuaca dan iklim. Musim panas berubah menjadi musim dingin, disertai dengan hujan badai yang mengguyur terus-menerus, sehingga menyebabkan banjir yang menggagalkan musim panen. Akibatnya kelaparan merajalela disertai munculnya penyakit endemik. Parahnya, cuaca kacau itu berlanjut terus, sampai setidaknya hingga tahun1261. Sehingga nestapa semakin merajalela.

Kenyataannya musibah itu tidak hanya terjadi di Inggris saja, namun merebak di benua Eropa. Dari Italia di selatan hingga ke Iceland di utara. Tak cukup disitu, bahkan lintas benua. Tidak kurang dari Cina, Korea dan Jepang, Vietnam dll, turut terkena imbasnya. Seperti yang di tulis oleh Azuma Kagami dalam The Mirror of the East Chronicle, bahwa di tahun itu panen gagal total karena cuaca dingin dan hujan deras tanpa henti. Laporannya juga menyebutkan bulan gelap total saat terjadi gerhana.

Well..
"Pembunuhan masal" terjadi saat itu. Dan sudah menjadi keharusan untuk dicari "terdakwa" yang menjadi penyebabnya. Logika yang paling mudah adalah, jika terjadi anomali dalam cuaca, maka yang menjadi penyebabnya adalah tidak mulusnya pancaran sinar matahari yang menuju ke permukaan bumi. 

Dalam pengertian lain, harus ada sebuah penghalang yang cukup besar, sehingga memayungi seluruh permukaan bumi. Bentuknya jelas tidak mungkin solid atau cair, dan yang paling masuk akal adalah berupa gas. Logika berikutnya adalah "memangnya gas apa yang cukup banyak yang terkandung di bumi?". Jawabannya juga mudah, yaitu sulfur alias belerang. Yang mudah disemburkan ketika sebuah gunung api meletus.

Kalau begitu, si pembunuh masal nan misterius itu mustilah sebuah gunung. Tapi, ada ribuan gunung api aktif yang ada di muka bumi, sungguh tak akan mudah untuk menentukan siapa pelaku yang sesungguhnya.

Kita coba pakai logika sederhana lagi, karena bencana dibelahan bumi utara, maka gunung tersebut harus berada di sebelah utara hemisphere bumi. Begitu logika para ahli, lalu dibuat penelitian berikutnya. Dibuat penggalian di kutub utara. Lapisan es abadi yang ada disana berlaku seperti alat perekam semua kejadian yang terjadi di masa lalu. Tepat pada kolom es yang menunjukkan ke tahun 1258, kemudian bukti itu didapatkan. Pada tahun itu gas sulfur menggenangi atmosfir bumi. Bahkan dengan intensitas dua kali semburan sulfur Gunung Tambora pada tahun 1815. Yang juga dikenal sebagai tahun tanpa musim panas. Tahun yang dingin dan gelap mencekam, seraya melahirkan tulisan seram Frankenstein. Juga melumpuhkan pasukan Napoleon yang terjebak didalam musim dingin yang mematikan. 

Temuan pada kolom es 1258, mencatat dua kali lebih hebat dari Tambora. Letusan dahsyat yang tercatat di jaman modern, yang masuk ke dalam Volvcano Eruption Index (VEI) dalam skala 7, atau menyemburkan material padat setidaknya 100 km kubik. Letusan dahsyat Gunung Krakatau "hanya" menyemburkan sekitar 18-25 km kubik. Sedangkan Tambora diperkirakan 150 km kubik, alias enam kali lebih dahsyat dari Krakatau. Gunung misterius ini bahkan dua kali lebih hebat dari Tambora, atau dua belas Krakatau meletus secara bersamaan.

Setelah dihitung, semburan gas nya mencapai 158.000.000 (158 juta) ton sulfur ke udara. Bersamaan dengan itu, ditambah dengan semburan gas chlorine sebanyak 277 juta ton, dan bromine 1.3 juta ton yang sangat berbahaya. Kedua gas ini membuat lapisan ozon di atmosfir akan terluka dan rusak parah. Lubang pada ozon akan membuat sinar kosmik melaju tanpa penghalang. Bombardemen sinar ultra violet sampai sinar x, yang bisa mencederai makhluk hidup hingga ditingkat mikroselular.

Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah, bumi memasuki jaman es kecil (little ice age), yang entah kebetulan atau tidak dimulai pada kisaran 1250 am. Selama 600 tahun, dan berakhir pada tahun 1850 an. Dengan kata lain, apakah sang gunun pembunuh ini pula yang memicu awal jaman es kecil ini. Yang tentu ditambah dengan variabel lainnya, baik dalam bentuk rentetan hebat gunung-gunung lainnya, seperti Tambora di tahun 1815. Selain adanya siklus jumlah sunspots pada matahari, yang juga mengalami penurunan intensitas dengan drastis (Wolf Minimum).

Singkat kata, gunung-gunung dibelahan bumi utara dijejerkan menjadi tersangka. Satu persatu diteliti, dicari bukti-bukti-bukti yang memberatkan, untuk segera dijadikan terdakwa, dan diajukan ke meja sidang. Salah satunya adalah dengan memakai "sidik jari". Sebuah alat bukti yang ditemukan dikedalaman lapisan es di kutub utara, pada kolom tahun 1858. Di mana komposisi kimianya (geo-chemical) nya harus sama persis.

Gunung Tofua di Tonga, El Chichon di Mexico, Quilotoa di Ekuador, Okataina di New Zealand, bahkan Al Harrat di Arabia dll, segera menjadi "tersangka", dihubungkan dengan dahsyatnya letusan yang mungkin ditimbulkan. Para ahli geologi di dunia segera merubungi sang tersangka, seraya mencari bukti "sidik jari" yang dimaksud langsung ke lapangan. 

Namun bukti tidak ditemukan, mereka semua hanya jadi tersangka namun tidak bisa di pidanakan. Clive Oppenheimer, geolog terkemuka asal Cambridge Univ, mengungkapkan bahwa letusan ini sedemikian dahsyat,  yang terhebat dalam 7000 tahun terakhir. Sehingga seharusnya menyisakan lubang kaldera sisa letusan yang memiliki diameter setidaknya 6 km di gunung tersebut. 

Semua scientist merasa frustasi. Itu diungkapkan oleh Thomas Crowley, geolog asal Edinburg, "But where the eruption happen? Not being able to find the volcano can be discomforting". Lalu melanjutkan, "If the sulfur wasn't released by a volcano, it means something very strange is going on that we don't know about..".

Namun sebuah terobosan segera datang. Digagas oleh Franc Lavigne dari Patheon Sorbonne Univ, Perancis. Yang kembali mencoba menyatukan semua informasi yang ada. Penggalian di kutub selatan dilakukan, dan tepat pada kolom es 1858, ternyata sidik jari yang ada di kutub utara juga ditemukan di kutub selatan. 

Bingung? Artinya adalah, jika semburan mengarah ke belahan bumi utara dan selatan secara bersamaan, makan asal semburan mestilah dari lokasi di sekitar khatulistiwa, alias tengah-tengah bumi. Jumlah tersangka segera menciut drastis. Dan pada tahun 2012, atau baru 9 tahun yang lalu, terdakwa itu baru diputuskan, dia bernaman Rinjani.

Si jelita dari Lombok itu ternyata dulunya adalam monster yang menakutkan. Sidik jari geo-kima yang ditemukan di kutub utara dan selatan bumi, sama persis dengan peninggalan letusan Rinjadi di masa lalu. Penelitian dilakukan dalam sejarah lokal. Ditemukan dalam guratan daun lontar "babad lombok", yang membenarkan, bahwa kala itu terjadi letusan yang sangat dahsyat. Dalam daun lontar tertulis.. "Rumah-rumah hancur dan hanyut menuju laut, banyak orang meninggal".

Kerajaan Lombok, dengan ibukotanya Parmatan, hancur dan terkubur dalam debu. Bukan tak mungkin puing reruntuhan itu masih ada dan terkubur puluhan atau mungkin ratusan meter di bawah tanah. "Hal yang sangat umum terjadi terjadi pada bencana semacam itu", kata Clive Oppenheimer. Bencana yang menghancurkan Lombok, dan merembet ke pulau Bali. Terbukti saat tahun 1820 an, raja Kertanegara dari Singasari menyerang Bali, mereka segera takluk dengan perlawanan yang kurang berarti.

Dari babad Lombok pula, terkuak ternyata di jelita Rinjadi dulunya bernama Samalas. Gunung yang sangat tinggi. Puncak Rinjani yang kita kenal sekarang dan berketinggian 3726 mdpl, dari pandangan mata saja kita tahu, puncak itu dulunya adalah lereng gunung yang lebih tinggi lagi. Puncak Rinjani yang ada sekarang adalah lereng, sisa letusan dari Gunung Samalas pada tahun 1858. Dan menghasilkan sebuah kaldera berdiameter 6 km, dengan danau Segara Anak yang berkedalaman 200 m didalamnya. Dari kaldera menyembul Gunug Barujari setinggi 325 m dari dasar kaldera. 

Sebelum itu, dilokasi yang sama, berdiri Gunung Samalas yang berketinggian 4200 mdpl, atau 500 m lebih tinggi dari Gunung Rinjani saat ini.

Time has change
From teh beast Samalas
Then converted into
The beautiful rinjani..

TAMAT





Komentar

Postingan Populer