Kisah Evakuasi Alm, Ery Yunanto, Merapi 2015 (Part 2)
Minggu, 17 Mei jam 21.00 WIB - Gaib atau Halusinasi
Sekitar jam 9 malam kami sampai di pos 1, Watu Belah. Cuaca saat itu mendung tebal. Tubuh kami terasa sangat berat, yang tidak biasanya seperti itu. Mungkin memang kondisi tubuh yang kurang fit atau mungkin kami terserang penyakit Lapertemia (jokes ala Barameru dimana kondisi tubuh kurang makan). Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat di pos 1, mengeluarkan alat makan dan tidur. Kami memasak mi instan dan membuat kopi. Setelah itu kemudian kami tidur dan berharap esok hari akan cerah.
Saat kami tertidur, saya merasa ada yang membangunkan saya. Saya bergegas bangun dan mencari siapa gerangan yang membangunkan tidur indah ini. Saya lihat teman-teman yang lain masih asyik ngorok, semua terlelap dan hanya saya yang terbangun. Saat melihat keluar tenda, kaget bukan kepalang saat melihat seorang lelaki dengan pakaian kejawen (adat jawa) mendatangiku. Dan bukan hanya satu orang saja, tapi banyak sekali yang mengiringi pria itu. Kemudian dia memanggilku untuk mendekat dengan melambaikan tangannya. Dia mengucapkan , "Nek pancen arep di jipuk, monggo. Sing penting kudu kowe, sing penting kowe ora nguyuh" (Kalau mau diambil, silahkan. yang penting harus kamu, yang penting kamu tidak kencing). Setelah kejadian itu saya tidak ingat lagi hingga Gimar mambangunkanku. Saya anggap itu hanyalah mimpi atau halusinasiku saja. Bagaimana mungkin saya bisa menahan kencing berhari-hari diatas gunung.
Senin, 18 Mei 2015 jam 05.00 WIB
Setelah Gimar membangunkanku, kami kembali packing dan melanjutkan perjalanan ke Pasar Bubrah. Pagi itu begitu cerah dan badan saya terasa jauh lebih ringan dan benar-benar fit. Kami sangat bersemangat hari itu, semesta seperti mendukung kami. Dalam perjalanan kami menuju Pasar Bubrah ada kejadian lucu. Beberapa kali Gimar harus buang air kecil bahkan besar. Hal itu menjadi lucu untuk kami, karena itu pengalaman pertama Gimar buang hajat di Merapi setelah ratusan kali naik turun Merapi. Akhirnya setelah 40 menit perjalanan, kami sampai di Pasar Bubrah. Kami langsung menuju bunker, bertemu dengan tim Barameru yang lain yang sudah berada disana sejaka hari Sabtu. Susu, kopi panas dan makanan suadah menyambut kami.
Senin, 18 Mei 2015 jam 07.00 WIB
Setelah cukup kenyang, kami bergabung dengan tim relawan lain untuk membuat skenario tentang apa yang harus dilakukan hari ini. Saya lupa siapa yang memimpin briefing saat itu. Saya pun dipanggil untuk memberikan gambaran tentang rencana operasi versi saya. Garis besarnya, saya butuh 4 orang untuk menemani saya turun sampai ke blank 50 (total kedalaman jurang dari bibir kawah sekitar 200 meter) dan saya siap turun sendiri ke dasar jurang asalkan naiknya saya butuh ditarik. Kemudian ditunjuklah 4 orang dari SAR DIY, yaitu Endro, Tato, Muksin dan Mamet. Waktu itu kepercayaan diri saya semakin bertambah karena saya yakin saya akan ditemani dan bantu oleh orang-orang yang ahli dalam bidang vertical rescue.
Setelah berdoa bersama kami pun berangkat dengan semangat yang membara menuju puncak. Singkat cerita kami sampai di puncak. Kami mempersiapkan alat-alat yang hampir semuanya benar-benar asing bagi saya. Saya pun menjadi orang pertama yang turun hingga blank 50 kemudian disusul oleh 4 rekan yang lainnya.
Senin, 18 Mei 2015 jam 09.00 WIB
Sekitar jam 9 pagi kami semua sampai di blank 50 yang letaknya persis di dinding kawah Woro. Kami menamakan Blank 50 karena ini adalah ketinggian tebing terakhir sebelum menuju dasar kawah sedalam 50 meter. Teman-teman dari SAR DIY kembali memasangkan alat yang akan saya pergunakan untuk turun ke dasar kawah. Saya hanya bisa menunggu dan melihat karena saya tidak seberapa paham dengan vertival rescue. Saya perhatikan mereka sangat terlatih, tanpa harus saling bertanya, mereka tahu apa yang harus dilakukan. Setelah sekitar setengah jam, peralatan yang akan saya pakai pun akhirnya siap. Saya langsung turun kedasar kawah. Turun ke dasar kawah memang bukan hal yang baru bagi saya, karena memang sebelumnya sudah pernah turun dengan jalur yang sama persis.
Sesampainya di dasar kawah saya dipandu oleh tim yang ada di puncak. Mereka membuatkan lintasan imajiner untuk saya. Saat itu saya merasa seperti orang yang sedang mencari harta karun didalam film-film. Saya harus berjalan maju sekian langkah, lalu belok kiri atau kanan.
Hal itu dilakukan untuk menghindari ranjau yang suhu nya bisa mencapai ratusan derajat. Dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) meminjamkan alat untuk memantau suhu dari atas puncak Merapi. Saat itu sangat dibutuhkan kerjasama tim yang solid, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Komunikasi dengan tim yang ada di atas terus saya lakukan untuk menemukan titik jenazah yang sudah terpantau dari puncak lewat binokular, dan dari sana saya bisa diarahkan untuk berjalan kearah mana. Alhamdulillah cuaca saat itu sangat cerah, jadi saya bisa leluasa berada didalam perut Merapi.
Senin, 18 Mei 2015 jam 11.00 WIB
Hampir satu jam lebih saya berputar mencari keberadaan jenazah Ery Yunanto. Dan akhirnya terlihat dari kejauhan sesosok tubuh yang hampir bisa dipastikan itu adalah Ery. Bayangkan jika anda berada di dasar kawah gunung berapi dan anda hanya berdua dengan sesosok mayat yang kondisinya sangat memprihatinkan. Tak sanggup jika harus mendeskripsikan seperti apa kondisinya. Mungkin bisa dibayangkan sendiri ada manusia terjatuh dari ketinggian 200 meter dan langsung disambut dengan bebatuan yang tajam. Seperti kita menjatuhkan sebuah semangka dari ketinggian 20 atau 30 meter. Ya seperti itulah kondisinya.
Setelah memberi laporan kepada tim yang ada diatas, saya memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil menghisap rokok. Waktu itu logistik yang saya bawa hanya sebotol teh pucuk dan sebatang coklat pemberian dari salah satu teman ketika saya akan naik. Saat itu yang ada dipikiran saya hanyalah penyesalan, kenapa ini harus terjadi, kenapa harus ada korban, kenapa peringatan saya tidak dihiraukan.
Ya, tanggal 6 Mei atau 10 hari sebelum kejadian, saya membuat sebuah postingan di Facebook, yang isinya adalah peringatan kepada para pendaki untuk tidak ke Merapi karena sangat berbahaya. Dan ternyata 10 hari setelah postingan saya yang sempat jadi bully an untuk diri saya sendiri karena dianggap terlalu berlebihan menyampaikan tentang bahaya Puncak Merapi tersebut. Merapi ingin membuktikan bahwa perkataan saya bukan sebuah imajinasi yang berlebihan.
Saat saya beristirahat dan dalam larut didalam lamunan, kembali saya mengalami hal yang tidak masuk akal, entah itu hanya ilusi saya atau memang nyata. Saya kembali didatangi kakek-kakek yang sudah tak asing bagi saya, karena sudah beberapa kali saya melihatnya ketika berada di Pasar Bubrah. Kakek itu bertanya kepada saya, "Nopo le cah ndladak koyo ngono ndadak arep mbok jipuk? Mustoko ku di idak-idak. Ben rasah mbok jipuk, ben iso nggo pepeling (kenapa anak kurang ajar seperti itu harus kamu ambil? Mahkotaku diinjak-injak. Sudah tidak usah diambil, biar bisa dijadikan peringatan)". Dan Saya menjawab, "Pangapunten mbah, melas kaluarganipun wonten ngandap nenggo. Kulo nyuwun plilah panjenengan, Ery bade kulo beto wangsul (Mohon maaf, mbah. Kasihan keluarga korban menunggu dibawah. Saya minta kerelaan anda, jenazah Ery akan saya bawa pulang)". Kakek itu berkata lagi, "Yo nek pancen kudu mbok jipuk, aku tinggalono. Karo sing penting kowe ora nguyuh (Ya kalau memang harus kamu ambil, tinggali untuk aku, dan yang penting kamu jangan kencing)".
"Merapi kuwi dudu mung tumpukan watu karo lemah. Merapi kuwi rogo. Rogo ki ono sukmane, rawaten nek ora pengen ciloko. Sopo cidro bakal ciloko, sopo sing tresno bakal oleh kamulyan (Merapi itu bukan hanya tumpukan batu dan tanah. Merapi itu raga dan setiap raga punya sukma. Rawatlah jika tidak ingin celaka. Siapa jahat bakal celaka dan siapa yang sayang akan mendapatkan kebahagiaan)".
Tak lama saya segera tersadar dari lamunan. Waktu itu matahari tepat berada diatas kepala. Saya kembali mengampiri jenazah Ery.
Senin, 18 Mei 2015 jam 13.00
Waktu semakin siang dan saya benar-benar dikejar waktu. Berpacu dengan gas beracun yang hanya bisa terurai oleh sinar matahari. Saya sudah berada lewat dari batas kemampuan maksimal saya dan tidak sanggup untuk mengangkat jenazah Ery sendirian. Akhirnya saya putuskan untuk meminta bantuan dari rekan saya Endro Sambodo yang sedari tadi standby di blank 50. Tanpa pikir panjang, Endro pun turun untuk membantu saya mengangkat jenazah. Sambil menunggu Endro sampai ke titik mayat, saya coba merapikan jenazah Ery. Saya tutup bagian kepala Ery, karena tidak ingin Endro melihat kondisinya.
Sejam menunggu akhirnya Endro tiba, Benar saja, meskipun dia sudah sangat terbiasa menghadapi jenazah tapi kali ini berbeda situasi dan kondisinya. Endro sempat beberapa saat. Saat itu Endro sempat berkata, "Ayo mas cepat kita selesaikan. Aku ngga mau akhirnya kita yang terjadi apa-apa disini. Aku masih pengantin baru..hahaha..". Suasana yang sempat mencekam mendadak mencair seketika. Karena hanya ada saya, Endro dan jenazah Ery, kamipun mencoba bercanda untuk menghilangkan suasana yang mencekam. Kantung mayat kami buka, perlahan kami masukkan bagian besar dari jenazah Ery. Baru kemudian kami kumpulkan bagian-bagian kecil dari tubuh Ery.
Ada satu kejadian yang berada diluar peri kemayatan yang terpaksa harus kami lakukan. Karena sulitnya memasukkan beberapa bagian tubuh almarhum, terpaksa saya harus memotongnya menjadi beberapa bagian. Mohon maaf mungkin ini terdengar sadis dan diluar batas kewajaran, tapi inilah jalan jalan satu-satunya. Karena waktu juga semakin sore dan kami tidak ingin terjebak di gas beracun dan pekerjaan ini harus segera diselesaikan.
Akhirnya jenazah pun ter packing dengan sempurna. Dengan usaha yang keras, dibawah tekanan waktu dan rasa takut kami berdua mengangkat jenazah dari titik jatuh menuju titik vertikal, dimana jenazah akan ditarik keatas yang jaraknya lumayan jauh dan lumayan menguras tenaga. Tapi tak ada alasan untuk menyerah karena kami tahu, di bawah sana banyak orang yang mengharapkan keberhasilan kami. Doa dan kerjasama tim yang solid lah yang membuat operasi ini berjalan lancar, namun..
Senin, 18 Mei 2015 jam 15.00 WIB
Setelah kami membawa mayat menuju posisi tali rescue, kamipun kembali ke titik kami turun. Dalam perjalanan kami menuju titik untuk naik, ternyata kami masih menemukan satu bagian jenazah yang tertinggal. Saya jadi teringat dengan sosok yang menemui saya dalam lamunan saya tadi, bahwa beliau minta untuk "ditinggali", mungkin ini yang beliau inginkan. Akhirnya kami menguburkan bagian yang tertinggal itu sembari berdoa kepada Allah semoga ini adalah kejadian yang pertama dan terakhir kalinya.
Setelah selesai menguburkannya, kami melanjutkan ke titik penjemputan. Endro saya persilahkan untuk naik duluan dan saya kembali sendirian didasar kawah, menunggu Endro sampai ke titik aman blank 50. Akhirnya tiba giliran saya untuk naik. Benar-benar butuh perjuangan karena saya harus menahan rasa sakit di kaki. Karena ketika turun tadi, betis saya sempat tertimpa batu yang longsor. Tapi saya berusaha mengabaikan rasa sakit itu karena ada hal yang lebih penting daripada sekedar menuruti rasa sakit. Setelah saya sampai di atas blank 50, kami berlima sama-sama mengucap syukur karena masih diberikan kelancaran dan keselamatan. Dan karena waktu juga semakin sore, kami memutuskan untuk segera naik ke puncak, kami tidak mau kemalaman di dalam kawah Merapi. Karena kaki saya cedera, saya diberi kesempatan pertama untuk naik, baru kemudian disusul oleh 4 orang rekan lainnya. Sedangkan jenazah Ery masih menggantung ditengah-tengah dinding kawah Merapi.
Senin, 18 Mei 2015 jam 17.00 WIB
Waktu semakin sore, jenazah Ery masih menggantung ditengah-tengah dinding kawah Merapi. Saya menjadi orang pertama yang samapi puncak. Saat itu hanya ada rasa syukur, rasa haru. Ternyata di puncak teman-teman yang lain sudah menunggu dengan penuh kekhawatiran yang nampak jelas dari wajah mereka. Satu per satu mereka memeluk dan mengucapkan terimakasih dan selamat. Rasa haru pun semakin menjadi, tak terasa air mata in menetes. Setelah kami berlima sampai dipuncak dan keadaan juga sudah berubah semakin gelap, penarikan jenazah akan dilanjutkan keesokan harinya.
Senin, 18 Mei 2015 jam 18.00 WIB - Djarum Super sponsor dari Ery
Kami kembali ke Pasar Bubrah, Meskipun dengan menahan rasa sakit, tapi seakan semua rasa sakit itu hilang canda tawa teman-teman yang ada di Pasar Bubrah. Segelas kopi panas dan mi instan sudah menunggu kami. Selepas makan, saya mengeluarkan sebungkus Djarum Super, saya bagikan satu-satu kepada semua yang ada disana. Sambil merokok kami bercerita tentang segala yang terjadi didalam kawah. Tiba-tiba da teman yang bertanya, kenapa rokok saya sekarang berubah menjadi Djarum Super, padahal biasanya rokok saya bukan itu. Dan saya pun menjelaskan bahwa rokok itu saya temukan di dekat jenazah Ery. Reaksi mereka beragam, ada yang misuh-misuh, ada yang hanya terdiam bahkan ada yang ketakutan. Benar-benar lucu waktu itu saya melihat mereka, kami tertawa lepas dan sejenak menghilangkan rasa penat.
Setelah santai sebentar, kami kembali membahas tentang skenario pengangkatan jenazah untuk esok hari. Sayang rasa sakit dikaki tak kunjung hilang, malah menjadi semakin sakit. Saya meminta ijin untuk turun duluan dan tidak bisa ikut melanjutkan operasi untuk esok hari. Dan teman-teman mengijinkan saya untuk turun duluan malam itu. Dengan ditemani beberapa orang, saya turun dengan kaki pincang. Mereka menawarkan untukmenggendong atau menandu saya. Tapi saya dengan tegas menolak untuk digendong, apallagi ditandu.. Gengsi!!!!
Senin, 18 Mei jam 20.00 WIB - Basecamp, baju batik, air panas dan air mata
Jam 8 malam hari Senin saya tiba di basecamp dengan selamat meskipun dengan menahan rasa sakit. Sesampainya di basecamp pelukan demi pelukan mendarat di tubuhku. Semua meluapkan kegembiraannya, semua meluapkan emosinya, kembali air mata mengiringi pelukan setiap sahabat.
Sejenak beristirahat, Kang Samsuri membawakan saya baju ganti, handuk dan air panas untuk mandi. Rasanya benar-benar lega. Bukan karena mandi, tapi karena akhirnya saya bisa kencing setelah dua hari menahannya untuk mengikuti syarat yang diberikan. Setelah mandi saya mengenakan baju batik yang sama lengkap dengan sepatu pantofel nya. Saya memakai baju batik karena belum sempat pulang karena sebelumnya masih menghadiri acara resepsi ponakan saya. Dan saya memakai ini agar wartawan tidak tahu bahwa saya adalah orang yang turun ke dasar kawah. Benar saja, tak satupun wartawan yang menyadari bahwa sayalah orang yang turun ke kawah Merapi.
Saya menuju posko TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) untuk memberikan laporan dan evaluasi tentang hasil operasi. Semua berjalan sesuai rencana, tanpa tercium oleh media, saya serahkan semua dokumentasi evakuasi kepada tim SMC. Kemudian..
Senin, 18 Mei 2015 jam 22.00 WIB
Setelah saya menemui tim SMC kemudian saya menemui keluarga dan teman korban yang menunggu di posko. Terlihat jelas rasa duka yang mendalam di wajah mereka. Saya pun menghampiri kakak korban, saya mengabarkan jika jenazah Ery sudah ditemukan dan dalam proses evakuasi. Sedikit dialog yang masih saya ingat.
Pagi itu saya didatangi oleh pihak keluarga yang meminta agar tak ada satupun gambar atau apapun tentang Ery yang beredar keluar. Padahal di New Selo sudah ada puluhan wartawan dan beberapa stasiun TV yang siap live. Saya harus putar otak, mencari cara bagaimana agar jenazah Ery bisa sampai bawah tanpa terdeteksi oleh media. Akhirnya saya kumpulkan anggota Barameru di basecamp. Waktu itu ada 14 orang, kami menyiapkan skenario lewat jalur lain. Dan hanya 14 orang ini yang tahu akan kami bawa lewat mana jenazah Ery. Bahkan kami membuat perjanjian demi sebuah amanah.
Strategi pun kami rancang dengan rapi. Tugas kami bagi, mulai ada yang mengalihkan perhatian media sampai ada yang harus membungkam supir ambulance. Meskipun saya sempat mendapatkan tekanan dari berbagai pihak, tapi saya tetap merahasiakan skenario ini. Bahkan SMC tidak tahu tentang rencana ini.
Selasa, 19 Mei 2015 jam 16.00 WIB
Akhirnya setelah menunggu cukup lama dan harus dengan sembunyi-sembunyi, jenazah Ery sampai di basecamp dengan sempurna. Iring-iringan mobil polisi dan keluarga melewati kami. Kami semua bersyukur karena semua rencana dari mulai awal sampai akhir berjalan dengan lancar.
Itulah sedikit cerita tentang evakuasi dari Ery Yunanto, seorang anak muda yang jatuh ke kawah Merapi setelah menaiki Puncak Garuda dan terpeleset. Semoga bisa menjadi pelajaran. Mohon maaf kepada keluarga almarhum karena pada akhirnya saya harus menceritakan cerita ini. Apa yang kami lakukan saat itu semata-mata hanya karena tugas kemanusiaan dan rasa kami sebagai sesama manusia.
Satu orang terasa banyak bagi kami, jangan tambahkan lagi jiwa-jiwa yang mati sia-sia. Mendaki gunung bukan tentang menginjakkan kaki dipuncak tertinggi, tetapi tentang bagaimana menghargai hidup, menghargai alam dan menghargai penciptaan.
Di alam, tak ada yang lebih mengerti tentang kita selain diri kita sendiri. Dan hanya ada tiga hal yang pasti. Kita, alam dan Tuhan. Bukan tentan seberapa banyak kita menerima, tapi seberapa banyak kita memberi.
Komentar
Posting Komentar