Dalam Dekapan Maut Gunung Salak 1987 Part 2

Jika di part sebelumnya saya menceritakan dari sisi media yang memberitakan tentang hilangnya 6 orang siswa STM Pembangunan, maka pada part ini saya akan mencoba menceritakan dari sisi seorang Kelly Darmono, pendiri sekaligus ketua dari organisasi Pencinta Alam STM Pembangunan (TEPEPA).


Desember 1986

Saat dikisahkan oleh penulis, Mulyadi (almarhum) ikut merintis membuka jalur pada pendakian Gunung Salak pada bulan Desember 1986. Cerita sebenarnya Mulyadi tidak ikut dalam ekspedisi buka jalur tersebut. Karena ekspedisi tersebut merupakan program senior-senior pecinta alam sekolah kami, Teknik Pembangunan Pencinta Alam. Program itu akan dijadikan ajang pemilihan ketua pecinta alam, sebagai pengganti saya yang akan berakhir masa jabatan karena kelulusan sekolah. Kala itu saya duduk di kelas 4 STM Pembangunan Jakarta, Mulyadi dan Ahmad Rudiat masih duduk dikelas 2. Saya merupakan pendiri sekaligus menjabat ketua pecinta alam disekolah kami. Selama dua tahun lebih (pendirian PA saat itu saya duduk dibangku kelas 2 akhir). Program pemilihan ketua pecinta alam untuk memcari jalur yang saya buka bersama rekan-rekan seangkatan saya ternyata bocor ke anggota PA yang lain. Dan seperti yang diceritakan penulis, Mulyadi dan Ahmad Rudiat merupakan anggota PA yang berambisi menjadi ketua PA, mereka dan bersama keempat orang rekan sekelasnya mencoba dan mencari jalur yang kami rintis dan belum selesai itu pada ketinggian (1600 mdpl) dan akan kami lanjutkan setelah pemilu selesai. Kemungkinan langkah ini diambil oleh mereka karena mereka berdua memang berambisi untuk bisa menjadi ketua PA. Jabatan ketua PA kala itu merupakan jabatan bergengsi dan menjadi ajang rebutan dari semua siswa yang ada di sekolah kami

Senin, 23 Februari 1987

Orang tua Ahmad Rudiat datang kesekolah kami menanyakan tentang keberadaan Ahmad Rudiat, saat itu pula saya dipanggil bapak kepala sekolah untuk menanyakan anggota PA apakah ada kegiatan mendaki gunung. Saat itu saya jawab tidak ada, tetapi orang tua Ahmad Rudiat menginformasikan bahwa anaknya pada hari Sabtu yang lalu mendaki Gunung Salak dan hingga kini belum kembali. Maka sayapun kaget, dan merasa bersalah atas kepergian Ahmad Rudiat cs tersebut, karena saya tidak tahu menahu tentang ada anggota pecinta alam yang mendaki gunung tanpa seizin organisasi

Selasa, 24 Februari 1987

Saya bolos sekolah dan pergi ke terminal Bogor seorang diri dan bertanya kepada seluruh sopir angkot (bemo/kendaraan roda 3) dengan pertanyaan yang sama, apakah di hari Sabtu 21 Februari ada 6 orang siswa yang naik angkot dan akan mendaki Gunung Salak. Pencarian informasi itu saya lakukan dari pagi hingga sore hari untuk memastikan semua sopir bemo mendapatkan pertanyaan yang sama. Dan akhirnya saya mendapatkan jawaban dari sorang sopir bemo tentang adanya 6 orang siswa dan turun dipertigaan Sukamantri. Selanjutnya saya pergi ikut sopir bemo tersebut ke pertigaan Sukamantri, tempat dimana Ahmad Rudiat cs turun dari bemo. Saya kemudian jalan dan bertanya kepada para penduduk yang ada disepanjang jalan itu dan mendapat jawaban yang sama dengan sopir bemo. Lalu saya bergegas pulang kerumah karena hari sudah malam.

Rabu, 25 Februari 1987

Saya datang kesekolah seperti biasanya dan saya menghadap ke kepala sekolah untuk melaporkan hasil dari pencarian informasi yang saya cari seorang diri. Dan ternyata bapak kepala sekolah memerintahkan saya untuk ikut bergabung dengan tim SAR yang kala itu dipimpin oleh Kang Bongkeng sebagai koordinator SAR. Ditemani oleh 5 orang rekan seangkatan dan seorang guru olahraga yang saat itu juga menjabat sebagai pembina PA  (Pak Joko), dibekali uang sebesar 300 ribu untuk membeli perbekalan. 

Kamis, 26 Februari 1987

Perjalanan ke Gunung Salak kala itu, kami diantar menggunakan mobil milik sekolah. Diperjalanan saya berdiskusi dengan rekan-rekan dan Pak Joko, apakah kami ikut bergabung dengan tim SAR yang sudah ada atau kami melakukan pencarian sendiri. Dari hasil diskusi tim, kami memutuskan untuk melakukan pencarian sendiri, tidak bergabung dengan tim SAR yang sudah ada. Hal ini hasil dari pertimbangan informasi yang kami punya ini masih mentah dan tidak akan didengar oleh tim SAR yang sudah bekerja selama tiga hari lalu di desa Warung Loa. Karena tim SAR yang ada merupakan tim-tim yang hebat dan terlatih seperti WANADRI, MAPALA UI bahkan BASARNAS dan anggota-anggota tentara anak buah dari orang tua Ahmad Rudiat.

Pencarian kami awali dari desa Sukamantri dengan menyusuri tali rafia, yang mana pada bulan Desember 1986 saya ikat pada batang pohon pada ketinggian 1400 mdpl. Tim kami tidak lama menemukan titik terang seperti bungkus permen, putung rokok, supermi dsb. Semua ini terlihat seperti baru dibuang dan usianya tidak lebih dari 1 minggu. Dan diketinggian itu kami awali untuk berkomunikasi dengan tim SAR yang ada di Warung Loa, dan menginformasikan kalau kami dari tim STM PEMBANGUNAN yang dipimpin oleh Kelly Daryono menemukan tanda-tanda kalau anggota tim kami yang hilang diketahui melalui jalur Sukamantri. Saat itu kami diperintahkan untuk menunggu dilokasi, diketinggian 1400 mdpl dan tim SAR menginformasikan akan menyusul kami. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap diketinggian 1400 mdpl, sambil menunggu tim SAR yang menyusul. Tapi hingga pagi bahkan siang hari, tim SAR yang akan menyusul kami tidak juga tiba. Sampai akhirnya batere HT yang kami bawa pun akhirnya habis, dan kami tidak dapat lagi berkomunikasi dengan tim SAR. Dan disinilah kami, rombongan kedua yang berjumlah 7 orang dinyatakan HILANG oleh tim SAR yang ada di posko Warung Loa. Karena tidak ada komunikasi lagi dengan tim SAR, kami memutuskan untuk kembali melanjutkan pencarian hingga pada ketinggian 1600 meter. Dan pada ketinggian itu terdapat dimana sebelah kanan jalur kami adalah sungai Ciapus dan disebelah kiri adalah sungai Cibadak. Kami juga menemukan beras tercecer pada permukaan tanah yang agak landai, dan ada sisa pembakaran kayu dan tempat bermalam. Kami semakin yakin bahwa Ahmad Rudiat cs sempat bermalam diketinggian ini. Dan didekat bakaran kayu tepatnya dibibir jurang sungai Ciapus terdapat bekas prosotan seperti orang terpeleset. Dan kami berpikir kalau Ahmad Rudiat cs kehabisan air dan menuruni jurang itu untuk mengambil air di aliran sungai Ciapus. Dengan pemikiran itu kami memutuskan untuk menuruni jurang dengan kedalaman 800-900 meter, dengan kemiringan rata-rata 70-80 derajat. Dan kami perkirakan dapat kami tempuh selama 1 sampai dengan 2 jam perjuangan dengan merayap. Ternyata perkiraan kami meleset jauh, karena teramat sulitnya medan jurang itu untuk dituruni. Bahkan sampai jam 7 malam dan hari sudah gelap, kami belum juga sampai ditepi sungai Ciapus. Kamipun memutuskan untuk bermalam ditebing itu dengan cara badan kami diikat dengan tali yang sudah kami bawa, kemudian kami ikatkan ke batang-batang pohon tumbang yang ada disekitar kami agar tubuh kami tidak merosot saat tidur pulas. Malam itu tim kami tidur dalam posisi duduk beratapkan langit.

Singkat cerita pagi hari kami meneruskan menuruni tebing hingga sampai dialiran sungai Ciapus dan baru tiba pada siang hari. Ternyata perosotan yang kami turuni ini teradapat bangkai babi hutan karena jatuh terpeleset dan mati. Kemudian kami menyusuri aliran sungai dan kami bertemu dengan penduduk sekitar untuk kemudian kami diantar ke posko SAR yang ada di Warung Loa. Disinilah kami berdiskusi dengan tim SAR yang sudah ada dan keesokan harinya posko tim dipindah ke desa Sukamantri. Dan kami bersama tim SAR yang lain menelusuri jalur yang kemarin baru saja kami telusuri, hingga ketinggan 1600 mdpl dan mendirikan posko bayangan. Dan kemudian pencarian dilanjutkan ke ketinggian 1800 mdpl. Dan diketinggian ini kami berkonsentrasi pada area kiri jalur. Dari ketinggian ini suara adzan dari masjid di perkampungan bawah masih bisa terdengar dengan jelas, dan lampu-lampu penerangan rumah pun terlihat jelas sehingga terkesan dekat dengan perkampungan penduduk. Pada ketinggian ini pula tim membentuk barisan sisir agar lebih akurat dan teliti dalam menyisir lokasi. Dan ternyata benar, ada bekas prosotan yang mengarah ke sungai Cibadak yang akhirnya dilokasi itu ditemukan 4 jenazah anggota Pecinta Alam TEPEPA yang jarangnya tidak saling berjauhan. Tiga jenazah ditemukan pada hari ke 28 dan satu jenazah lagi ditemukan pada hari ke 29 pencarian. 

Pencarian 2 anggota TEPEPA

Setelah evakuasi 4 anggota TEPEPA yang sudah ditemukan, yang dilakukan oleh sukarelawan PA dan penduduk sekitar untuk kemudian membawah keempat jenazah itu RS PMI BOGOR untuk dilakukan otopsi kemudian dimakamkan, maka pencarian dilanjutkan dengan mendaki punggungan dan menuruni jurang Gunung Salak. Dan hasilnya, tepat pada hari ke 40 ditemukan lagi dua jenazah rekan kami anggota Pencinta Alam TEPEPA. Dimana lokasi ditemukannya dua jenazah itu tidak jauh dari kebun nanas milik penduduk yang jaraknya hanya 1 s/d 1.5 jam perjalanan. Selanjutnya kedua jenazah diperlakukan sama seperti keempat rekannya yang sudah terlebih dahulu ditemukan.

11 April 1987

Keenamnya sudah meninggal.

Gunung Salak kembali sepi dari hiruk pikuk tim SAR. Dua jenazah yang ditemukan terakhir dipastikan sebagai Ahmad Rudiat dan Irfan Supandi. Keduanya ditemukan di ketinggian 1.375 meter, satu kilometer dari jenazaf keempat rekannya, dipisahkan oleh dua punggungan bukit dan lembah yang terjal. Diduga, seorang siswa jatuh terpeleset kesungai atau terhempas dari punggungan barat sungai Cibadak. Rudiat dan Irvan mencoba mencari bantuan, sementara ketiga rekannya menunggu. Kedinginan, kelaparan dan kelelahan membuat Chaerudin, Mulyadi dan Wisnu tak kuasa bertahan. Mereka meninggal berdekatan di pinggir sungai berbatu yang lebarnya tak sampai 5 meter. Adit dan Irvan mestinya sudah berhasil mendaki 150 meter, dan tiba kembali dipunggung barat Cibadak. Merekan menyusuri punggungan itu menuju Loji timur. Suara radio penduduk pun dari ketinggian itu terdengar, namun makin ke timur mereka mendapati medan yang makin curam. Tentunya mereka lalu bergerak ke barat. Celakanya justru tebing-tebing di barat jauh lebih curam. "Seandainya mereka jalan ke selatan 100 meter lagi, pasti akan ketemu jalan setapak ke Loji", tutur Heri Macan danri Wanadri. 

Rasa putus asa dan kelelahan yang sangat membuat keduanya menyerah. Jenazah keduanya bukan ditemukan oleh tim SAR, tapi oleh tim PHPA Taman Nasional Cibodas, yang sebelumny justru tak pernah ikut mencari.

Komentar

Postingan Populer