Bu Mirna (Cerita Pendek)

 Dwi adalah salah seorang mahasiswa yang berkuliah di salah satu universitas yang ada di Jogjakarta. Cerita Dwi terjadi di pertengahan tahun 2000 an. Dwi tinggal disalah satu rumah kos yang berada di pusat kota Jogja yang hanya berjarak sekitar 10 menit dari jalan Malioboro.

Lingkungan rumah kos Dwi adalah lingkungan yang ramai dan penduduknya cukup ramah. Dwi pun terbilang cukup berbaur dengan masyarakat disana. Di kampung tempat kos Dwi itu selalu diadakan olahraga badminton yang diadakan seminggu dua kali oleh ibu-ibu kampung. Karena Dwi ini juga suka dengan olahraga dan kebetulan dia juga cukup dekat dengan warga sekitar, maka Dwi memutuskan untuk mengikuti agenda badminton tersebut. 

Beberapa bulan berlalu, Dwi merasa cukup nyaman tinggal dikampung itu. Hingga pada suatu hari warga kampung mengadakan piknik menggunakan sebuah bis ke Tawang Mangu didaerah Jawa Tengah. Karena kedekatan Dwi dengan warga sekitar dan sudah dianggap sebagai warga sendiri, maka Dwi pun diajak oleh mereka untuk ikut kedalam acara piknik tersebut. Kegiatan piknik ini berlangsung dengan lancar dan semua baik-baik saja. Walau tidak semua warga bisa ikut pada waktu itu. Salah satunya adalah Bu Mirna. Karena waktu itu Bu Mirna memang sedang terbaring sakit. Sebelum Bu Mirna jatuh sakit, beliau termasuk salah seorang warga yang sangat aktif di kegiatan badminton. Bahkan beliau yang mengusulkan agar diadakan kegiatan badminton setiap minggu. Tapi lucunya, selama ini beliau tidak pernah memiliki raket sendiri sehingga selalu meminjam raket milik warga yang lain. 

Namun ketika perjalanan kembali sepulangnya dari piknik, mendadak semua warga mendapatkan kabar yang mengejutkan. Mereka mendapat kabar kalau Bu Mirna ini tengah kritis dan dilarikan ke rumah sakit. Kebetulan salah satu saudara beliau ikut dalam rombongan piknik dan mendapatkan telpon yang memberi kabar tersebut dari saudaranya yang lain. Ibarat kata saat itu Bu Mirna sedang menghadapi sakaratul maut. 

Oya, kebetulan Dwi ini bisa melihat hal-hal aneh yang tak kasat mata yang tidak semua orang bisa melihatnya. Jadi sewaktu Dwi mendengar saudara Bu Mirna ini sedang telpon di dalam bis, Dwi seketika seperti mendapat bayangan kalau memang Bu Mirna ini "sudah waktunya". Dan ternyata benar..

Sesampainya di kampung tersiar kabar kalau Bu Mirna sudah meninggal. Tentunya warga kampung pun berduka dan segera bergotong royong mempersiapkan prosesi untuk pemakaman beliau besok paginya. Singkat cerita keesokan paginy pun pemakaman berjalan dengan lancar. Sebagai warga baru Dwi ikut melayat kala itu. Namun cerita aneh dimulailah dari sini.

Sedikit informasi tentang kampung tempat dimana Dwi kos. Kampung ini padat penduduk dan rumah warga masih banyak yang terbuat dari gedheg (dinding yang terbuat dari anyaman bambu dan kayu), serta jalannya yang juga tidak seberapa luas. 

Dwi merasa sejak Bu Mirna meninggal dan dikuburkan, suasana kampung menjadi sedikit berbeda. Jadi jika saat masuk kampung suasananya adem tapi sekaligus membuat bulu kuduk merinding. Tapi Dwi memilih untuk menghiraukan hal itu dan tidak memperpanjang perasaannya. 

Beberapa hari kemudian Dwi yang sedang bersantai didepan kos tiba-tiba dikejutkan oleh kabar dari ibu-ibu kampung yang tengah berkumpul. Awalnya Dwi hanya ikut nimbrung di tengah ibu-ibu itu. Saat itu Dwi kaget ketika mendengar salah seorang ibu bercerita kalau arwah Bu Mirna masih suka gentayangan. Ibu itu juga bercerita kalau beberapa orang dikampung ini ada yang dipanggil-panggil namanya, namun yang anehnya suara yang memanggil-manggil itu sama persis dengan suara Bu Mirna yang memang khas dan sangat familiar untuk warga kampung. Dan ngga cuma itu, beberapa warga juga mengaku kalau malam atau pagi buta ada yang mengetuk pintu rumah mereka. Tapi ketika dibuka ngga ada siapa-siapa. Karena terjadi dilingkungan kampung, maka cerita ini cepat tersebar dan menimbulkan ketakutan bagi para warga sekitar.

Tapi salah seorang warga yang saat itu ikut nimbrung, sebut saja Bu Ukar terlihat agak skeptis dan cenderung tidak percaya akan kabar itu. "Walaaahhh, Bu Mirna itu kan sudah meninggal . Orang yang sudah meninggal kan ya sudah dialam kubur tho sekarang", kata Bu Ukar tidak percaya. Dwi sebagai warga terhitung paling muda disitu hanya terdiam saja. Karena Dwi sendiri belum mengalami apa yang warga itu ceritakan. Singkat cerita ibu-ibu membubarkan diri untuk kembali melanjutkan aktivitasnya masing-masing. 

Keesokan harinya Dwi melihat lagi ibu-ibu tengah berkumpul. Namun dari jauh Dwi tampak melihat Bu Ukar yang tampak aktif berbicara. Karena penasaran Dwi menghampiri mereka dan meminta Bu Ukar menceritakan dari awal apa yang dia ceritakan tadi kepada ibu-ibu itu. Ternyata cerita yang beliau sampaikan cukup membuat Dwi merasa ngeri. Jadi ceritanya, malam sebelumnya rumah Bu Ukar tiba-tiba mendapatkan ketokan dipintu. Beliau bersamas suaminya membuka pintu. Dan betapa kagetnya, ketika membuka pintu ia melihat sosok Bu Mirna berdiri didepan pintu rumahnya. Tak hanya itu, sosok itu juga berkata, "Aku mau pinjam rakeettt...". Persis seperti semasa hidupnya dimana dia seringkali meminjam raket kepada Bu Ukar. Sontak saja Bu Ukar dan suaminya ketakutan dan segera menutup pintu. 

Dwi yang mendengar cerita itu cukup ketakutan mendengar cerita yang diceritakan oleh Bu Ukar. Dan begitu Bu Ukar selesai cerita ada juga seorang tetangga, sebut saja namanya Bu Tutik yang menceritakan pengalaman suaminya. Beberapa malam yang lalu suami Bu Tutik ini tengah tertidur di pos ronda, sendirian, ketika sedang mendapatkan giliran piket ronda. Beliau kebetulan kebagian jaga pos, sementara teman-temannya yang lain sedang berkeliling kampung untuk patroli. Saat sendang tertidur, suami Bu Tutik seperti merasa ada yang menggoyang-goyangkan kakinya layaknya orang yang membangunkan orang sedang tidur. Tentu sekejap beliau berpikir itu temannya yang baru selesai patroli. Namun betapa kagetnya beliau ketika melihat yang dihadapannya adalah sosok Bu Mirna. Namun anehnya sosok Bu Mirna ini hanya terdiam menatap beliau. Sontak saja beliau berlari ketakutan dan segera pulang kerumah.

Akhirnya Dwi dan ibu-ibu kampung membubarkan diri. Didalam hati Dwi setengah tidak percaya mendengar cerita ibu-ibu yang dari kemarin membicarakan hal yang sama. Tetapi setengah hatinya yang lain, Dwi cukup percaya karena Dwi yakin setiap manusia memiliki sosok pendamping, yang biasa disebut qorin. Yang mana menyerupai sifat-sifat manusia yang ia dampingi bahkan saat manusia itu sudah meninggal.

Malam berikutnya maka tibalah giliran Dwi yang didatangi oleh sosok Bu Mirna. Kejadiannya malam hari ketika Dwi sedang tidur pulas. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dirumah kos nya. Karena takut, Dwi memilih untuk mendiamkannya dan tetap berada dikamar. Tapi entah mengapa tiba-tiba terdengar suara yang memanggil nama "Dwi". Panggilannya cukup jelas dan Dwi merasa suara itu seperti suara almarhumah Bu Mirna. Mungkin karena didorong oleh rasa penasaran, Dwi pun membuka pintu dan keluar kamar. Dan benar saja dari kejauhan tampak sosok seprti Bu Mirna, berdiri dipojokan gang kampung.

Sosok itu tampak terlihat dipojok gang yang lumayan terang dan cukup terlihat dari pelataran tempat kos Dwi. Walaupun jaraknya cukup jauh, tapi Dwi bisa mendengar sosok itu berkata dengan jelas, "Masih ada yang tersisaaa...". Anehnya rasa takut Dwi berubah menjadi rasa iba. Karena didorong oleh rasa penasaran, perlahar Dwi menghampiri sosok itu. Namun justru sosok itu malah berjalan menjauh ke arah gang sebelah. Dwi berusaha mengikuti kearah gang lain itu yang lebih gelap. Namun disitu Dwi kaget setengah mati ketika disudut gang itu yang nampak justru sosok ular yang berkepala manusia. Namun sekilas wajahnya bukanlah wajah dari almarhumah Bu Mirna. Dwi yang takut segera menghentikan niatnya mengikuti sosok itu. Dwi kembali berbalik lari kembali ke rumah kosnya. 

Didalam kamar Dw masih mendengar panggilan-panggilan yang suaranya mirip dengan suara Bu Mirna. Berkali-kali pula suara itu  mengatakan kalau "masih ada hal yang mengganjal". Disitu Dwi mencoba bertanya balik ke arah suara itu, tapi suara itu tidak menjawab dan Dwi pun tidak tahu hal apa yang maksud dari kalimat "masih mengganjal" itu. Dwi baru bisa tidur saat suara adzan subuh berkumandang. 

Keesokan harinya Dwi mendapat kabar bahwa ternyata semakin banyak warga kampung yang bercerita kalau mereka didatangi sosok yang menyerupai Bu Mirna itu. Dan malam-malam berikutnya Dwi memilih untuk meminta taman satu kosnya tidur bersama nya agar Dwi merasa lebih tenang. Dan suara-suara panggilan yang sama itu tetap terdengar dalam malam berikutnya. Tapi sama seperti sebelumnya, suara itu tidak menjelaskan hal apa yang masih mengganjal. 

Hingga pada suatu hari, warga kampung yang resah segera berkumpul bersama dengan para pengurus kampung untuk membahas hal ini. Dan kebetulan juga dikampung itu memiliki seorang sesepuh yang juga merupakan abdi dalem dari keraton Jogjakarta. Singkat cerita pengurus kampung memutuskan untuk "mengambil tindakan". Karena banyak warga yang resah dan merasa diteror dengan apa yang terjadi belakangan ini. Gangguan juga bermacam-macam. Tapi yang paling sering adalah suara-suara panggilan dan ketukan dipintu rumah. 

Dwi agak lupa apa yang warga kampung bicarakan sebagai solusi detailnya.Tetapi yang jelas setelah itu para pengurus dan sesepuh kampung segera mendatangi rumah almarhumah Bu Mirna. Mereka terkejut karena ternyata anak dari Bu Mirna sudah pindah dari rumah itu. Saat Bu Mirna masih hidup, anak nya tinggal dan merawat Bu Mirna dirumah itu. Warga berinisiatif menghubungi anak Bu Mirna itu melalui telepon. Dan setelah dihubungi dan akhirnya warga bisa bertemu dengan sang anak. Ternyata sang anak juga ikut mengalami pengalaman yang menakutkan. Perlu diketahui kalau keluarga Bu Mirna ini sebenarnya masih menganut tradisi kejawen yang cukup kental. Dimana pada di waktu-waktu tertentu mereka membuat sesajen untuk diletakkan di sudut-sudut rumah. Dan waktu Bu Mirna meninggal, sang anak melihat sosok yang menyerupai ibunya tengah memakan makanan yang sebenarnya untuk sesajen. Sang anak melihatnya hanya sebentar lalu sosok itu menghilang. Tetapi sesajen itu memang terlihat berantakan seperti habis dimakan oleh seseorang. Setelah melihat hal itu sang anak pun segera berinisiatif membawa istri dan anaknya ketempat lain, sebelum mereka menadapatkan banyak gangguan. Dan rumah Bu Mirna itu pun dikosongkan.  

Singkat cerita, sang sesepuh kampung yang juga abdi dalem keraton menyarankan agar keluarga mengadakan ritual khusus, agar gangguan yang meresahkan warga ini berhenti. Ritual dilakukan secara tertutup oleh pihak keluarga Bu Mirna dan didampingi oleh sesepuh kampung tersebut. Ritual itu diadakan di dua tempat. Dirumah Bu Mirna dan di makam Bu Mirna, tepat 40 hari setelah meninggalnya Bu Mirna. Syukurnya setelah ritual itu dilakukan tidak ada lagi terdengar cerita menyeramkan yang berhubungan dengan Bu Mirna yang meneror warga kampung. Dwi pun juga merasa demikian, tidak mendengar lagi suara-suara panggilan dimalam hari. 

Lantas dari cerita yang Dwi dengar beberapa waktu setelahnya, konon keluarga Bu Mirna ini dahulunya adalah penganut pesugihan. Dimana dahulu keluarganya memang kaya raya dengan cepat. Namun secara mendadak pula pada suatu waktu mereka jatuh miskin dan rumah serta tanah mereka yang sebelumnya sedemikiannya banyaknya secara cepat pula habis begitu saja. Begitu yang Dwi dengar dari warga sekitar.

The end

Komentar

Postingan Populer