Diary Steve - Part 6, Aku dan Wanita mu yang..
"Masih pagi sudah disuguhi pemandangan yang indah saja." ucapku sambil tersenyum.
Ternyata tak hanya sosok pemuda itu saja yang ikut masuk ke dalam kelas perkuliahanku, ada satu lagi..
Aku mengambil bangku yang berada dipojok belakang, kuamati sekeliling dan benar. Masih ada satu lagi sosok perempuan yang.. Yaa memakai baju terusan merah dengan motif bunga-bunga. Sosok yang halus nan putih memucat diseluruh kulit dan wajahnya, namun..
Wouuwww...
Ternyata cantik juga cici itu yaa.. Demit perempuan cina dengan baju khas shanghai nya Kuamati dan kuberanikan diri menggeser tempat dudukku, mendekatinya. Mendekati demit wanita itu..
"Mukanya sedih sekali? Emang kenapa mbak?, tanyaku dengan rasa iba
"Kekeke.. kejadian itu yang membuatku menjadi seperti ini, kejadian itu..", jawabnya berat padaku.
Ahh..
Kenapa juga aku harus menambah daftar sedihku dengan ikut mendengarkan curahan hatinya..
"Ya sudah mbak, kamu disini saja. Dan jangan ganggu teman dan para dosenku ya..", pintaku padanya dan hanya dijawab dengan anggukan lemah.
Perkuliahan seperti biasa saja. Sangat biasa mungkin yang aku rasakan. Namun kali ini ditemani dengan beberapa demit penunggu yang selalu ada disetiap kelas. Sangat tertantang juga kalau dipikir. Aku seorang doni yang sangat super biasa tiba-tiba menjadi seorang anak yang bisa melihat para demit itu. Kadang aku juga merasa kaget dan takut jika tiba-tiba bertemu dengan sosok yang menyeramkan.
"Wah, aku kira demit itu hanya ada cuma malam saja, ternyata walau siang seperti ini juga masih berani nongol ya.. hehe..", batinku.
Aku tak menyangka, dalam waktu singkat ini diriku melupakan semua kesedihan demi kesedihan setelah kepergianmu, kawan..
Yaa.. seperti yang pak man bilang, aku harus kuat dan tabah dalam menjalani hidup yang sempurna ini. Setiap insan, baik manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan demit pun sudah diberikan kehidupan yang paling istimewa sesuai porsinya masing-masing oleh tuhan, namun.. Banyak juga yang merasa kurang dan kurang sehingga lupa akan hidupnya yang sudah super sempurna itu..
Bahkan kau kawan, kau sudah merusak mahakarya tuhan yang maha indah dengan menyakiti dirimu sendiri dengan keegoisanmu. Karena pikiran sempitmu itu kawan, dan karena..
Ahh.. tak elok aku mencibir sahabatku yang telah tiada walau hanya dalam angan-angan..
Lemah..
Letih..
Lesu..
Jargon itu lagi yang aku lihat di pamflet depan kampusku. Tulisan iklan yang cukup menghibur akan sakit dan dukaku. Yaa.. hanya orang sakit saja yang merasakan ketiga hal tersebut. Hanya orang lemah saja yang tak mampu melakukan semua kata yang terucap dimulutnya.
Sopan santun salah satu ucap kata yang harus aku lakukan sebagai makhluk tuhan yang paling sempurna. Jadi kalau mulut dan otakku saja diciptakan dari hal yang paling sempurna.. Maka tak layak mulut dan otak ini mengucapkan anjing dan tai kepada siapa saja walau dengan senyum dihati, senyum semanis teh manis yang kusruput di kaki semeru kala itu..
Aku juga tersenyum bila mengingat sahabatku yang memamerkan pita hitamnya dan potongan cepaknya serta selalu mengucapkan manyun manyu dan manyun..
Aah..
Dia kawanku, temanku, sahabatku yang lain. Yang selalu membuatku tertawa, yang selalu memberiku kebahagiaan. Bukan sepertimu steven, bukan sepertimu yang lari dari kenyataan. Yang mati dari kehidupan, yang bodoh dalam kehampaan.
Kau merasa sepi dan sakit steve. Itu karena ketololanmu sendiri, bukan karena diriku, bukan karena kawanmu yang lain, bukan karena siapa saja dimuka bumi ini.
"Tolong aku kawan, aku sangat takut..", ucap sosok diseberang.
Wahh ternyata kau terlihat seperti steve dimataku. Kau nampak lebih kacau melebihi saat wajahmu saat tergantung di batang kayu itu. Namun aku sangat iba dan kasihan padamu kawanku, bagaimanapun kau akan tetap kubantu untuk mendapatkan apa yang kau impikan.
"Kau steve.. mengagetkan aku saja", jawabku berusaha tenang.
"Apa kau tersiksa dengan kondisimu sekarang ini bung?", tanyaku.
Dijawabnya hanya dengan anggukan kepala yang entah kenapa posisinya seperti patah kekiri..
Sebenanya apa yang telah aku perbuat, sampai bisa melihat demit steve yang semakin membusuk itu. Tapi entah mengapa aku sudah tidak merasa takut sedikitpun. Ternyata aku memang sudah melampaui sedikit dari yang dikata pak man dalam bisikannya itu.
Surya sangat terik di ibukota siang ini. Tanpa kecuali pun awan yang menutupi keramahannya..
"Wih,, enaknya kemana ya. Masa daritadi ngga ketemu sama teman-teman nyata sama sekali..", batinku.
Tiba-tiba
Suara lembut menyapaku..
"Hai don.. kamu gapapa kan waktu di semeru?", ucap wanita mu pada ku sahabat.
Hahaha..
Ternyata wanitamu sok iba dan perhatian padaku steve. Apakah tanya dalam kata itu benar-benar tulus atau hanya pemanis bibirnya saja?
Tawaku dalam hati..
"Ehh.. iya aku gapapa kok. Yang aku sedihkan itu steve yang belum ketemu sampai saat ini..", jawabku sambil berjalan menuju motor yamaha warna hijau pemberian bapakku.
Namun..
Sangat tak kuduga sama sekali yang keluar dari mulut manis perempuanmu wahai sahabatku..
"Halah.. gak usah kau pikirkan lagi tentang steve. Kan sudah ada yang mencarinya disana..", ucapnya, wanitamu tanpa ada rasa susah apalgi sedih kawan.
Kudorong motor yamaha 80' ku menjauh dari rindangnya pohon asem belanda itu, agar apa..
Agar perempuan mu yang sok cantik itu, agar wanitamu yang tak menghargaimu itu, agar dia yang kau puja itu mengikutiku, mengikutiku kepanasan diteriknya panas siang..
"Doni, kita berteduh napa, panas banget disini..", keluhnya penuh rengekkan manja yang menjijikkan buatku.
Kenapa harus memilih wanita yang seperti itu sahabat, kenapa kau jatuhkan hatimu pada wanita yang hanya melihat harta kawan?
"Ah sudahlah, aku mau ketemu pacarku. Kamu pergi saja kesana agar kau tak kepanasan..", jawabku berbohong padanya agar dia tak mengikutiku lagi..
Muak rasanya melihat wanitamu kawan..
Sangat disayangkan, wanita secantik dia, tapi tak bisa menghargai kecantikannya.
Memang tak bisa kupungkiri, setiap wanita harus memilih lelaki yang mapan dalam perekonomian, namun.. Sebagai wanita kau juga harus berani mengambil resiko bila mana lelaki menjadi jatuh miskin. Karena setiap lelaki pasti ingin menjadikan wanitanya paling tinggi dan paling teristimewa dalam hidupnya.
Tapi kalau takdir mengatakan lain..
Harusnya kau wanita selalu memberikan kekuatan pada lelakimu dengan perhatian..
Hanya dengan perhatian tulusmu wahai perempuan, kau akan mendapatkan lelaki terkuat dan lelaki yang akan selalu melindungi serta mencukupimu.
"Sudahlah, ngapain juga aku pusing dengan wanita seperti itu..", kataku dalam hati yang masih dongkol.
Kujalankan motorku menuju suatu tempat yang..
Yaa..
Suatu tempat yang menurutku nyaman..
Dihalte bus belokan kanan rumahku..
Ketemu dengan pak man, teman serta kerabat baruku..
Hahahaha..
Siang yang panas dan terik. Namun hati dan jiwaku tak boleh panas. Kupelintir gas motorku dan sampailah di halte bus pangkalan si pak bajaj itu..
"Woii pak.. gimana hari ini? Sudah banyak orderan penumpangnya?', tanyaku lantang padanya yang sedang duduk dibangku depan bajajnya.
"Banyak sedikit sudah di takar bung. Yang penting kita selalu mencari dan bersyukur..", balas pak man.
Kulangkahkan kaki menuju telepon umum itu untuk sekedar memberi tahu ibuku dirumah, kalau anak lelaki nya ini masih berada di luar dan masih belum bisa pulang.
"Hallo, assalamualaikum bu.. Sekarang doni ada di pangkalan bajaj, mungkin agak sorean doni baru pulang", ucapku pada ibu di seberang telepon.
"Waalaikumsalam.. iya don. Tapi tadi ibunya steve telpon dan mencarimu. Kalau bisa sebelum kamu pulang, kamu kesana ya. Hati-hati dijalan pokoknya..", ucap ibuku yang sangat menyayangiku sembari menutup telpon nya.
Apa sebenarnya yang membuat mama nya steve mencariku. Apakah demitnya steve membuat ulah dikeluarganya?
"Ada apa lagi bung? Ini ada es serut, aku beli disamping pasar tadi. Ayo kita minum bareng..", kata pak man dan ku iya kan.
Senja merupakan sesuatu yang indah. Namun aku selalu merasa bahwa senja tak pernah lupa dengan leluconnya tentang kata dan rasa..
Huff.. sekarang malah bosan sendiri diriku ini. Selalu melihat bentuk mereka yang tak kasat mata. Sampai sering sekali aku tertawa dengan sendirinya karena kadang melihat tingkah dan bentuk mereka yang lucu..
Baik itu pocong dengan ikat kuncirnya yang berdiri mematung dibawah lampu taman seberang jalan itu. Ada noni belanda yang menangis tak henti-henti didekan jembatan. Ada seperti dua manusia kodok yang saling gendong-menggendong. Lucu ternyata kalau semua orang tahu..
"Pak man kok aku sekarang bisa melihat demit dan hal gaib yang lainnya ya, sebenarnya apa dan kenapa pak?', tanyaku pada pak man.
Pak man pun hanya menjawab dengan candaan khasnya dan berkata, "Sudah kau nikmati saja..".
Siang digantikan oleh senja. Waktu kulalui tanpa rasa jenuh apalagi bosan. Candaan demi candaan serasa membersihkan penat dipikiran seorang pemuda. Yaa.. pemuda yang penuh rasa kehilangan seperti diriku ini..
"Bung, ini sudah sore. Kau pulang saja dulu..", saran pak man.
"Iya pak.. sekalian aku mau kerumah mama dari sahabatku yang itu..", balasku sambil melirik kearah demit steve yang sejak tadi berdiri disamping telepon umum.
Biarlah.. walau kau selalu ada disampingku, aku akan tetap melanjutkan hidupku. Kehidupan sebagai pemuda metropolitan dengan sejuta asa, kehidupan dengan sejuta kasih dan sayang dari keluarga..
Kudorong motor 80' ku menuruni trotoar, kustater dengan sekuat tenaga agar aku selalu terhubung selayaknya setiap bagian dimotorku ini.
Waktu menorehkan kala malam. Ku standar motorku didepan rumah itu. Rumah dimana ketika aku lari dan melarikan diri dari derita serta teriakan dari seorang ibu yang merasa kehilangan anak kesayangannya.
Tok.. tok.. tok..
"Selamat malam, hallo.. selamat malam..", salamku penuh kehati-hatian.
Keluarlah seorang ibu paruh baya dengan wajah yang sendu menahan rindu.
"Ooo.. kamu doni. Ayo masuk, ada yang mau tante sampaikan ke kamu..", ucap beliau yang aku tak mampu memandang kesedihan di wajahnya.
"Iya tante..", jawabku singkat.
"Doni tante mau minta tolong sekali lagi sama kamu. Tante telah mendapat kabar dari petugas yang ada disana, kemarin malam setelah kamu pergi..", ucap beliau, mama kamu steve.
"Petugas masih belum mendapatkan tanda-tanda dari keberadaan steven..", lanjutnya
"Tante minta tolong, antarkan tante kesana ya. Doni sedang tidak sibuk dikampuskan?', pinta dan tanya ibumu kawan.
Suatu permainan atau kegilaan apalagi ini. Aku sangat tak menyangka bahwa ibumu memintaku mengantarnya ke tempat kau mengakhiri hidupmu.
"I.. iya tante.. boleh saja. Tapi apa tidak sebaiknya ditunggu saja tante?”, balasku dengan bergetar.
Malam merambat menyuguhkan jutaan bintang. Malam yang cerah secerah ini namun tetap menggetarkan dada seorang doni yang malang. Kemalangan akan rasa yang beliau rasakan. Ibumu steve..
"Tadi subuh, tante bermimpi steven ada disuatu tempat. Steve minta tolong namun tidak ada yang menolongnya..?”, kata mama steve sambil mengusap air matanya.
"Baik tante, akan doni antar kesana. Sekalian saya minta teman-teman yang lain supaya ikut..", kataku sanggup agar mamamu tak merasa tertekan atas kebodohanmu dan kebohongan yang harus aku berikan selama ini.
Aku meminta ijin pulang pada mama steve yang kala itu masih duduk dengan tangisnya. Aku berjanji dua hari lagi akan menjemput beliau menuju tali dan pohon gantungmu steven. Agar kau tak membuat mama mu bersedih, agar kau tak terus mengikutiku dalam kehidupanku. Agar kau mungkin..
Yaa..
Mungkin kau akan menemukan ketenangan disana. Dipuncak swarga loka mu sahabat..
Sesampainya dirumah, ibu cantikku sudah menyambutku, menyambut dengan senyuman khasnya yang selalu bisa membuatku rindu.
"Wah.. ini sudah malam lho doni...", sapa ibuku.
Wajar saja seorang ibu akan selalu menanyakan apapun yang dilakukan putranya. Wajar saja seorang ibu selalu merasa was-was bila anaknya belum pulang. Karena itu semua bukti perhatian dan cinta yang sangat dalam darimu ibu pada diriku anakmu..
"E..ee.. iya bu. Tadi doni mampir ke rumah steve, menemui mamanya seperti yang ibu sampaikan", jawabku sambil memasukkan motorku.
Didalam kamar, kupersiapkan semua bekal dan peralatan yang akan digunakan dihutan dan gunung itu. Tak lupa aku menghubungi teman-temanku serombongan kala itu.
Namun..
Sayang sekali tak satupun dari mereka yang mau ikut denganku mengantar mama steve. Ada yang beralasan banyak tugas kuliah atau ada acara keluarga.
Aku sadar, dan aku mengerti mengapa mereka tak mau. Dan aku yakin tak ada satupun alasan selain ketakutan mereka. Tapi aku juga yakin mereka memberikan alasan lain karena rasa sungkan padaku, dan mama steve waktu itu. Namun aku juga harus menghormati keputusan dari masing-masing alasan yang sudah mereka utarakan padaku.
Tak lupa juga aku meminta ijin pada ibuku, agar beliau selalu mendoakan aku dalam setiap langkahku menuju suatu tempat dengan suatu kesedihan tersendiri pada diriku ini.
"Tumben kamu tidak semangat gitu don? Padahal biasanya setiap kamu mau naik gunung, kamu seperti prajurit yang mau berangkat perang..", kata ibuku sambil mengelap meja makan.
Bagaimana hati ini tidak sedih, disana aku juga tak mengerti akan terjadi apa. Bahkan akan bertemu dengan siapa saja aku tak mengetahuinya.
Perjalanan tersulit bagiku yang hanya pemuda penuh kebohongan. Kebohongan, akan kebohonganmu steve.
"Ya jelas doni ngga semangat bu.. ini acaranya bukan senang-senang, tapi mengantar mamanya steve dan pasti akan ada drama dan tangis..", jawabku dengan muka masamku.
Sebelumnya aku juga teringat dengan salah satu temanku di semeru kala itu. Yaa.. aku ingat oleh petricia.
Aku mencoba membuka buku catatanku. Siapa tahu aku menemukan alamat yang diberikan olehnya waktu berpisah diterminal waktu itu. Kupilah satu persatu halaman buku catatanku. Dan..
Wahh.. ternyata bukan hanya petricia dengan alamat semarangnya saja yang aku dapat. Aku juga mendapatkan nomor telepon rumahnya. Selain itu aku juga menemukan alamat dari suko. Siapa tahu dia juga mau membantuku dalam perjalanan ini. Namun aku tak menemukan nomor teleponnya.
Ahh..
Biar nanti aku cari nomor telepon suko dari buku kuning itu.
Dengan hati yang dag dig dug.. Aku mencoba menelepon petricia disemarang sana.
"Hallo..", jawab dari seberang.
"Ha.. hallo.. ini dengan doni jakarta. Bisa bicara dengan petricia?', ucap dan tanyaku pada suara diseberang.
"Iya, saya sendiri. Saya petricia..", balasnya.
Woww.. seperti mandapatkan es cincau ditengah terik matahari waktu mendengar suara itu.
"Eh, gimana kabarnya petricia? Kamu ingat kan sama aku doni? Kira-kira kamu bisa bantu aku lagi ngga?', tanyaku.
"Yaa.. inget lah don. Kamu kan cowok yang supermie itu kan.. hehe.. Mau minta bantu apa padaku?", tanya petricia.
Lama sebenarnya aku memikirkan apakah aku harus mengajak petricia. Karena aku tahu dia seorang perempuan. Dan aku takut terjadi apa-apa dengan psikisnya..
"Ehm, gini.. aku mau ke semeru lagi karena diminta mengantarkan mamanya steve. Apakah kau mau menemaniku?", tanyaku ragu.
"Boleh.. aku juga akan mengutarakan sesuatu nanti kalau kita bertemu. Kapan mau kesana?", balasnya.
Sangat lega begitu aku mendengar kesanggupannya. Aku punya kawan yang juga menyaksikan kebodohan sahabatku itu..
"Besok hari selasa kami berangkat, rabu pagi mungkin kami sudah ada dimalang..", jelasku padanya.
"Ok.. sampai ketemu hari rabu di stasiun malang ya", katanya sambil menutup telepon.
Selang beberapa lama aku menuju pandanganku ke rak buku diatas meja teleponku. Kuambil buku tebal warna kuning itu. Kuambil salah satu huruf di laman kota, dan kurutkan pada huruf T pada laman kecamatannya, serta kuurutkan satu persatu dari atas ke bawah nama desa P. Yaa.. daerah dan desa suko temanku berada..
Lama..
Memang lama sekali aku memilah satu persatu hingga aku menemukan satu nomor telepon 0334 520*** itu..
"Ya.. itu nomornya. Semoga saja tidak salah..", batinku dengan semangat.
Kringg.. kriinnggg.. kriinggg..
"Hallo.. assalamualaikum..", sapa suara diseberang.
"Hallo.. bisa bicara dengan suko? Saya temannya, doni dari jakarta..", balasku.
"Ooo.. mas suko masih dimalang, masih kuliah. Biasanya akhir bulan baru pulang..", jawab wanita penerima telepon itu.
"Bisa minta nomor telepon indekos nya kalau boleh..", kataku lagi.
"Ohh, sebentar. Ini ******, bilang saja adikknya yang kasih nggih..", ucapnya yang ternyata adik dari suko.
"Terimakasih banyak atas nomor dan waktunya. Salam untuk ibu dan bapak..", balasku sambil menutup telepon.
Nomor suko dimalang sudah kupegang. Apakah aku harus menelponnya sekarang? Atau nanti saja ketika dimalang?
Ahh..
Biarkan dulu. Nanti saja aku menelponnya ketika sudah di stasiun malang..
BERSAMBUNG
Komentar
Posting Komentar